JAKARTA. Ke depan, penerbitan obligasi korporasi diperkirakan bisa lebih ramai. Ini efek positif dari rencana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melonggarkan aturan berinvestasi perusahaan dana pensiun pada instrumen obligasi. Beberapa waktu yang lalu, OJK mengungkapkan rencana agar mempermudah beleid investasi bagi dana pensiun. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Nurhaida menyatakan, Peraturan Menteri Keuangan No 199/PMK.010/2008 membatasi investasi dana pensiun dalam obligasi, sukuk, dan efek beragun aset dari kontrak investasi beragun aset berperingkat minimal A atau yang setara dari lembaga pemeringkat efek, bakal direvisi. Selain itu, otoritas pasar modal tak lagi membatasi minimal investasi bagi dana pensiun. "Aturan itu akan diubah menjadi aturan OJK. Kami akan mengembalikan kebijakan investasi kepada masing-masing perusahaan dana pensiun," ungkap Nurhaida.
OJK sudah membuat rancangan aturan tersebut dan diupayakan rampung secepatnya. Menurut Nurhaida, investasi di pasar modal sejatinya cocok bagi dana pensiun yang memiliki tujuan investasi jangka panjang. Sejauh ini, penerbitan obligasi korporasi terbilang masih minim. Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, total emisi obligasi dan sukuk sepanjang tahun ini hingga 19 September sejumlah 31 emisi, dari 27 emiten dengan nilai Rp 28,84 triliun. Adapun, obligasi atau sukuk yang sedang diproses OJK saat ini ada empat emisi senilai Rp 2,6 triliun. Analis Sucorinvest Central Gani Ariawan memprediksi, aturan baru itu nantinya bisa meningkatkan emisi obligasi korporasi sekitar 10%-15% dibandingkan rata-rata penerbitan per tahun sebelumnya. "Aturan ini membuka peluang meningkatkan permintaan, sehingga minat emiten menerbitkan obligasi korporasi juga akan meningkat," ujarnya, Rabu (24/9). Analis Fixed Income BNI Securities I Made Adi Saputra, sependapat, keputusan OJK itu akan menyebabkan penerbitan obligasi korporasi lebih semarak. Menurutnya, selama ini penerbitan obligasi emiten berperingkat di bawah A tidak mendapat sambutan yang baik akibat pembatasan syarat minimal rating bagi investor dana pensiun. Namun, meskipun sudah mendapat izin dari OJK, menurut Made, dana pensiun tidak akan serta merta melakukan pembelian instrumen obligasi korporasi berperingkat di bawah A. Pasalnya, risiko berinvestasi pada obligasi berperingkat di bawah A akan lebih besar dibandingkan peringkat investment grade. "Kemungkinan, obligasi berperingkat di bawah A terbitan emiten BUMN bakal lebih diserbu oleh dana pensiun ketimbang obligasi terbitan emiten swasta," ujar Made. Hati-hati memilih Analis Millenium Danatama Asset Management Desmon Silitonga menilai, aturan baru itu nantinya bisa mendorong obligasi korporasi lebih likuid. Sebab, akan semakin banyak investor masuk. Ia memprediksi, dengan aturan baru itu emisi obligasi korporasi tahun depan bisa berkisar Rp 55 triliun-Rp 65 triliun. Estimasi tersebut naik dibandingkan prediksi emisi obligasi korporasi tahun ini yang berkisar Rp 50 triliun hingga RP 55 triliun.
Namun, penerbitan obligasi juga sangat terkait dengan rencana ekspansi perusahaan dan utang yang jatuh tempo. "Selain itu, kondisi ekonomi domestik dan global juga dapat mempengaruhi emisi," papar Desmon. Ia mengingatkan bahwa investor harus mencermati prinsip kehati-hatian sebelum berinvestasi pada instrumen obligasi korporasi. "Mengingat semakin rendah rating, tingkat default juga lebih besar," katanya. Agar tidak terjebak obligasi gagal bayar, investor dana pensiun harus jeli melihat profil emiten. Biasanya, emiten dengan track record bagus tidak pernah menunda pembayaran kupon. Meski demikian, tetap tidak jadi jaminan. "Sebab siklus bisnis bisa berubah dengan cepat yang dapat menggangu kinerja keuangan emiten yang dulunya bagus," terang Desmon. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia