Dapen tak minati obligasi korporasi



JAKARTA. Minat Dana Pensiun (Dapen) untuk membeli obligasi korporasi bakal berkurang. Soalnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menurunkan peringkat obligasi korporasi dari peringkat single A menjadi BB.

Helmi Kamal Lubis, Direktur Utama Dapen Pertamina mengatakan, sebagus apapun rating yang diberikan bagi Dapen terlalu beresiko untuk membeli obligasi korporasi. Terutama dalam situasi ekonomi saat ini yang tengah lesu, khawatir korporasi justru tidak mampu membayar kewajibannya.

Sementara pensiunan amat bergantung pemasukannya dari hasil investasi yang diperoleh dari pengelola Dapen. Paling aman jika perusahaan ingin mengoleksi obligasi korporasi yang dipilih adalah dari BUMN sektor infrastruktur atau telekomunikasi. Sebab, likuiditas perusahaan dipastikan lebih stabil.


"Obligasi BUMN lebih solid dan aman namun di keranjang Dapen Pertamina jumlahnya tidak besar," kata Helmi pada Kamis (13/8).

Pada tahun 2014, komposisi portofolio investasi Dapen Pertamina mayoritas ditempatkan pada saham. Total dana kelolaan Dapen Pertamina sepanjang tahun 2014 sebesar Rp 9,82 triliun.

Sementara penempatan portofolio keranjang investasi diantaranya: saham sebesar 29,55% lalu obligasi negara sebesar 29,16%. Disusul obligasi 20,12%, tanah dan bangunan sebesar 11,9%.

Kemudian, deposito berjangka sebesar 3,86% dan penempatan langsung pada saham sebesar 3,34%. Kemudian deposito on call sebanyak 1,33%. Terakhir, reksadana dan sukuk masing-masing dibawah 0,5%.

Tahun ini, Dapen Pertamina menargetkan dana kelolaan mencapai Rp 10,4 triliun. Posisi hari ini dana kelolaan Dapen Pertamina sebesar Rp 9,8 triliun.

Mudjiharno Sudjono, Ketua Umum Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) sekaligus Direktur Utama Dapen BRI mengingatkan agar anggota Dapen berhati-hati membeli obligasi swasta. "Jangan sampai bunga tinggi justru nanti membuat pihak swasta kesulitan membayar," tandas Mudjiharno.

Sebaliknya, ADPI menghimbau anggotanya untuk membeli obligasi BUMN atau anak usaha BUMN yang dirasa lebih aman dan kemungkinan gagal bayarnya kecil. Sekalipun kupon atau bunga yang ditawarkan dari obligasi BUMN dan anak usaha BUMN lebih kecil dibandingkan obligasi swasta. Kondisi tersebut dirasa lebih aman ketimbang sekedar mengejar kupon dengan bunga tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto