Dari 10 bank besar, pertumbuhan laba BCA nomor dua



JAKARTA. Bank Central Asia (BCA) menjadi bank terakhir dari deretan 10 bank besar yang merilis hasil kinerjanya di sepanjang 2014. Meski begitu, pencapaian pertumbuhan laba bank milik Grup Djarum ini merupakan yang kedua terbesar di bawah Bank Negara Indonesia (BNI).

Di 2014, BNI mencatat pertumbuhan laba sebesar 19,1% dengan nilai Rp 10,78 triliun dari Rp 9,05 triliun. Sementara laba BCA naik 15,7% dari Rp 14,25 triliun menjadi Rp 16,49 triliun. Peringkat pertumbuhan laba selanjutnya diikuti Bank Rakyat Indonesia (BRI) dengan nilai Rp 24,2 triliun atau naik 14,35% dari Rp 21,16 triliun, dan Bank Mandiri dengan catatan laba Rp 19,9 triliun yang tumbuh 9,34% dari Rp 18,2 triliun.

Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur BCA menuturkan, pencapaian itu juga didukung oleh kualitas portofolio kredit, franchise pendanaan yang solid, efisiensi operasional yang terjaga dan kontribusi laba perusahaan anak. "Di 2014 hasil kinerja keuangan kami tetap solid. Kami juga menjaga likuiditas dan kualitas aset, serta terus memberikan layanan terbaik bagi nasabah," ucap Jahja, Kamis (5/3).


Total portofolio kredit BCA tumbuh Rp 34,3 triliun atau 11% menjadi Rp 346,6 triliun di akhir 2014. Angka itu terdiri dari kredit korporasi Rp 120,5 triliun naik 16,9%, komersial dan UKM Rp 134,2 triliun atau meningkat 9,7%, dan konsumer dengan pertumbuhan 6,1% menjadi Rp 92,3 triliun.

"Pertumbuhan kredit yang tidak terlalu besar sejalan dengan rasio kredit bermasalah yang rendah dan terjaga pada level 0,6% dengan rasio pencadangan sebesar 324,2%," kata Jahja.

Kelebihan likuiditas

BCA juga berhasil mempertahankan posisi likuiditas yang memadai dengan ditopang pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) mencapai Rp 447,9 triliun atau naik 9,4%. Jahja menjelaskan, di tengah kondisi ekonomi yang tidak menentu, dana giro dan tabungan (CASA) mencatat pertumbuhan 4,2% menjadi Rp 336,4 triliun yang terdiri dari tabungan Rp 229 triliun dan giro Rp 103,2 triliun.

Pertumbuhan DPK juga tidak lepas dari keputusan bank dengan sandi saham BBCA yang secara proaktif menaikkan suku bunga deposito untuk kategori tertentu. "Sehingga menghasilkan pertumbuhan deposito hingga 28,8% menjadi Rp 111,5 triliun," imbuh Jahja. 

Jahja merinci, pertumbuhan deposito mulai berlangsung sejak 2013. Saat itu, bunga deposito BCA mulai naik sejak periode April hingga Agustus 2013 dari sekitar 3% di awal 2013 menjadi hingga 8,25% untuk simpanan di atas Rp 2 miliar. Pertumbuhan deposito terus berlanjut meskipun sejak Agustus 2014, BCA mulai menurunkan tingkat bunga deposito secara bertahap mulai dari 0,25% sampai 0,5%.

Dengan peningkatan deposito, tentu saja membuat biaya dana BCA ikut naik. Eugene Keith Galbraith, Wakil Presiden Direktur BCA menuturkan, rata-rata cost of fund BCA mencapai 2,61% di 2014 dibandingkan 1,95% di 2013 atau naik sekitar 0,66%. "Jadi, net interest margin (NIM) kami naik tidak terlalu tinggi dari 6,18% menjadi 6,53% atau tumbuh 26 basis poin," kata Eugene.

Di sisi lain, BCA memiliki rasio DPK terhadap kredit (LDR) pada level 76,8%. Jahja mengatakan, dengan level LDR itu, BCA bisa dibilang mengalami kelebihan likuiditas dan masuk dalam taraf terkena penalty oleh Bank Indonesia (BI). Meski begitu, Jahja beralasan, kelebihan likuiditas tersebut karena ada beberapa nasabah yang sudah menandatangani kredit tapi belum dicairkan.

Ke depan, Jahja berharap, pihaknya akan menjaga level LDR pada kisaran 74%-80%. "Terutama dengan menahan laju kredit selama pertumbuhan simpanan masih sulit atau ketat. Tahun ini, target kredit kami pada kisaran 12%-15%," ujar Jahja. Sementara itu, BCA juga masih memiliki tingkat permodalan yang kuat dengan rasio CAR 16,9%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan