Dari 92 Fakultas Kesehatan, Hanya 30 Fakultas Kesehatan Cetak Dokter Spesialis



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia masih kekurangan tenaga dokter, terlebih dokter spesialis. Tak pelak, masih banyak rumah sakit di daerah, yang kekurangan bahkan belum memiliki dokter spesialis. 

Sulitnya seleksi dalam proses program pendidikan dokter, dan biaya pendidikan yang mahal, serta minimnya jumlah perguruan tinggi yang menyediakan pendidikan kedokteran menjadi penghambat seseorang menjadi dokter.

Plt. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengakui, memang Indonesia kekurangan tenaga dokter terlebih dokter spesialis. 


Baca Juga: Krisis Dokter Spesialis, Pemerintah Harus Perbanyak Program Beasiswa

"Kita memiliki 92 fakultas kesehatan tapi hanya 27-30 fakultas kesehatan yang mampu menghasilkan dokter spesialis," katanya saat ditemui KONTAN, di Kemenkes, Selasa (6/8).

Secara distribusi, dokter spesialis 59% terkonsentrasi di Pulau Jawa, sehingga menyebabkan lebih dari 30 provinsi di Indonesia kekurangan dokter spesialis. Oleh karena itu dibutuhkan sekitar 2.700 lulusan spesialis per tahun untuk menutup gap yang ada saat ini.

Nadia bilang, butuh waktu yang lama untuk menyiapkan dokter spesialis bagi 400-500 rumah sakit di Indonesia. Adapun salah satu upaya Kemenkes untuk menggenjot jumlah dokter spesialis adalah bekerjasama dengan universitas dengan menyediakan beasiswa bagi dokter untuk melanjutkan pendidikan spesialis. 

Untuk diketahui, Kemenkes bekerja sama dengan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) meluncurkan Beasiswa Fellowship Dokter Spesialis sejak 8 Mei 2023. Kemenkes dan LPDP berkomitmen memberikan beasiswa kepada 1.000 orang tenaga kesehatan setiap tahunnya. Jumlah ini tersebar untuk beasiswa dokter spesialis, subspesialis, maupun yang terbaru yaitu beasiswa fellowship.

Sejatinya, Indonesia menghadapi krisis dokter. Kekurangan dokter bisa tergambar dari rasio dokter terhadap penduduk yang terbilang kecil. Banyak faktor penyebab masih sedikitnya dokter terlebih dokter spesialis, yakni dari sistem pendidikan hingga mahalnya biaya sekolah jenjang spesialis.  

Merujuk data Kementerian Kesehatan, rasio dokter terhadap 1.000 penduduk hanya 0,47 atau jauh lebih rendah dibandingkan rasio rata-rata di dunia. Dengan kata lain hanya 47 dokter per setiap 100.000 penduduk.

Jika dilakukan pemeringkatan, Indonesia berada di posisi 147 dari 205 negara di dunia atau peringkat ke delapan di ASEAN. Saat ini saja, jumlah tenaga medis (dokter umum dan dokter spesialis) di Indonesia sebanyak 202.967 orang. Sedangkan jumlah penduduk Indonesia per 2024 sekitar 281.603.779.

Padahal, Standar World Health Organization (WHO) untuk rasio dokter terhadap jumlah penduduk adalah 1 dokter per 1.000 orang. Sementara dengan jumlah yang ada saat ini, rasio existing Indonesia hanya 0,72 per 1.000 penduduk. Artinya, Indonesia membutuhkan sekitar 78.663 dokter untuk mencapai standar WHO tersebut.

Baca Juga: PP Nomor 28 Tahun 2024: Dokter Tetap Bisa Praktik di Tiga Tempat, Ini Syaratnya!

Astuti Giantini, Direktur Utama Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) mengatakan, salah satu kendala masih kurangnya dokter spesialis adalah keterbatasan anggaran. 

"Banyak dokter yang tidak bisa mengambil spesialis karena biaya pendidikannya yang sangat mahal," katanya kepada KONTAN, kemarin.

Menurut Astuti, secara umum Indonesia memang kekurangan tenaga dokter, apalagi dokter spesialis dan subspesialis. Ini yang menjadi tantangannya. Meski demikian, upaya mendatangkan tenaga dokter dari luar negri alis impor juga kurang tepat. 

"SDM kita itu pintar-pintar jadi enggak perlu impor dokter," tandasnya.

Untuk itu, pemerintah meski fokus dalam mencetak SDM dokter ini ke depannya, sehingga bisa mengurangi ketimpangan jumlah dokter yang ada saat ini. 

"Pemerintah harus menyediakan anggaran yang cukup untuk mencetak dokter dan dokter spesialis lewat program beasiswa," saran Astuti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi