Dari Keraguan Hingga Kepercayaan, Kisah Sri Suyamto Menjadi Grader Tembakau Andal



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Musim panen tembakau adalah waktu yang sibuk dan menegangkan bagi semua pihak, terutama bagi grader seperti Sri Suyamto (52).

Tepatnya pada periode Agustus hingga awal November dan puncaknya pada Oktober, ratusan petani dari berbagai desa di Lombok datang dengan harapan besar, membawa hasil panen terbaik yang sudah dikeringkan untuk dinilai.

Suasana tempat grading di PT Djarum Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat (NTB) berubah menjadi pusat aktivitas yang penuh dinamika.


Baca Juga: Tembakau Lombok Jadi Pilar Ekonomi Daerah dengan Potensi dan Tantangan

Suyamto menyampaikan, menjadi seorang grader tembakau adalah pekerjaan yang tak mudah, tidak hanya mengandalkan pengetahuan, tetapi juga kepekaan indera.

“Seorang grader harus mempunyai kemampuan di dalam melakukan, penglihatan, meraba, dan mencium,” tutur Suyamto kepada Kontan beberapa waktu lalu.

Melihat artinya, bila hasil tembakau yang dikirim petani dalam bal seragam, biasanya Suyamto sudah bisa melihat kira-kira grade tembakau tersebut masuk kategori apa dan akan dihargai berapa.

Namun yang menjadi tantangan adalah bila jenis tembakau dalam bal tersebut campuran.

Bila ragu, biasanya Suyamto akan meraba tembakau tersebut, untuk menentukan tekstur, apakah halus atau kasar, atau licin seperti lilin.

Terakhir, bila setelah diraba masih ragu, maka kuncinya adalah dicium. “Apakah itu wangi? Kecut? Apek? Itu kuncinya,” ungkapnya.

Kualitas tembakau yang bagus adalah berwarna oranye keemasan atau kuning kecoklatan, menandakan proses pengeringan yang sempurna, dengan daun yang matang dan sehat.

Baca Juga: Lanjutkan Warisan Keluarga, Shaminudin Mengalap Berkah Dari Ladang Tembakau

Sementara dari sisi tekstur, yang terbaik adalah daun dengan tekstur yang kental, kasar, dan tidak mudah pecah. Dari sisi aroma terasa harum, tidak bau asam atau apek.

Sementara kualitas rendah, Suyamto terpaksa harus menolaknya, karena tidak masuk dalam kategori bahan baku yang diinginkan perusahaan.

Suyamto harus bergerak cepat namun tetap teliti. Dalam hitungan menit, ia harus menentukan grade setiap bal tembakau berdasarkan tekstur, warna, posisi daun, hingga aroma.

“Setiap keputusan kami menentukan harga yang akan diterima petani, jadi keadilan dan keakuratan adalah hal utama,” jelasnya.

Untuk tahun 2024 ini, harga jual yang diterima petani pada kisaran Rp 70.000 per kg hingga Rp 65.000 ribu per kg dengan jenis tembakau yang kualitasnya baik.

Ratusan bal tembakau yang datang setiap hari membuat ritme kerja sangat intens. Dalam satu hari Suyamto bisa bekerja selama 8 jam, dengan waktu jam istirahat selama 2 jam untuk menjaga ketelitian dan konsentrasi. Tanpa istirahat, konsentrasi bisa menurun, dan itu mempengaruhi keadilan dalam grading.

Baca Juga: Harga Rokok Naik Mulai 2025, Jika Ingin Berhenti Merokok, Lakukan Cara Berikut

Di balik kesibukan, ada momen-momen ketegangan. Bagi banyak petani, tembakau adalah sumber penghidupan utama, dan keputusan grader sangat berarti.

Tidak jarang terjadi perdebatan kecil ketika petani merasa tembakau mereka pantas mendapatkan grade lebih tinggi.

Namun, ketegangan ini sering kali berubah menjadi rasa lega dan syukur ketika proses selesai dengan baik. Banyak petani yang akhirnya tersenyum puas setelah menerima harga yang sesuai.

Meski lelah, ada rasa bangga yang tak tergantikan.

“Ketika petani membawa tembakau baik, kualitasnya baik, kita ngegrade-nya juga sesuai, petani untung dengan mengajak salaman, Pak terima kasih, itu sudah kepuasan bagi kami,” ungkapnya haru.

Namun biasanya, dari rumah petani sudah sudah hafal, sudah paham, akan kualitas-kualitas mana yang dibutuhkan grader, mana yang menjadi keinginan perusahaan.

Tantangan Menjadi Seorang Grader

Ketika pertama kali ditunjuk menjadi grader pada awal tahun 2009, Suyamto menghadapi tantangan besar. Meski ia telah memiliki pengalaman sebagai pembina lapangan sejak 1997, kepercayaan petani terhadap kemampuannya sebagai grader tidak datang begitu saja.

Suyamto tidak langsung menjadi grader. Ia melewati seleksi ketat yang melibatkan kemampuan dalam menilai kualitas tembakau, mulai dari warna, tekstur, hingga aroma.

Baca Juga: Sri Mulyani Terbitkan Aturan Baru Harga Jual Eceran Rokok 2025, Ini Rinciannya

Bahkan, ia mengikuti pelatihan grading yang diselenggarakan oleh United States Department of Agriculture (USDA) dengan tutor internasional yang didatangkan langsung dari Amerika Serikat (AS).

Berkat kerja kerasnya, Suyamto mendapat peringkat pertama dari semua peserta yang hadir dalam pelatihan tersebut.

Meski begitu, Ia menyebut, tantangan yang dihadapi bukan soal keahlian atau pekerjaan, melainkan kepercayaan  dari petani.

“Kita berhadapan dengan 800-an petani dengan bermacam-macam karakter. Jadi juga awalnya saya merasa tidak sanggup,” ungkapnya.

Ketika Sri Suyamto mulai bertugas sebagai grader, Ia merasakan ketidakpercayaan dari petani. Beberapa petani meragukan kemampuannya untuk menilai tembakau dengan adil dan akurat.

Baca Juga: Bea Cukai Optimis Target Penerimaan Cukai Rp 244,1 Triliun Tahun Depan Tercapai

“Dari mulai jadi grader pertama tidak dipercaya petani, pernah. Karena sebagai grader baru, kita diragukan kemampuan kita. Jadi agak down juga,” katanya.

Meski begitu, Suyamto tidak menyerah. Ia menyadari bahwa membangun kepercayaan membutuhkan waktu dan konsistensi. Tak membutuhkan waktu lama, pada tahun kedua Ia bekerja sebagai grader, kepercayaan petani sudah mulai tumbuh.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto