Dari mana anggaran 12,1 T? Ini cerita Lulung



JAKARTA. Anggaran pengadaan uninterruptible power supply (UPS) sebesar Rp 12,1 triliun pada APBD hasil pembahasan dengan DPRD DKI disebut-sebut sebagai anggaran siluman. Wakil Ketua DPRD DKI Abraham "Lulung" Lunggana memiliki cerita yang dapat disebut sebagai versi DPRD DKI soal kronologi masuknya anggaran tersebut.

"Hari demi hari sudah kita banyak menemukan fakta administrasi. Kemendagri dalam Kebijakan Umum Anggaran Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA PPAS) dan KUAPPA diberikan segelondongan Rp 73 triliun. Kami DPRD, diberikan KUA PPAS dan KUA APPA yang ditandatangani, gelondongan juga," ujar Lulung di DPRD DKI, Rabu (4/3).

Anggaran senilai Rp 73 triliun itu merupakan besar APBD yang disusun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Anggaran yang diserahkan Pemprov DKI dalam tahap tersebut seharusnya menjadi bahan pembahasan oleh DPRD nantinya.


Akan tetapi, Lulung mengatakan, tahapan KUA APPA tersebut adalah sebuah kebohongan yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Hal ini karena, kata Lulung, Basuki atau Ahok telah mulai memasukkan rincian program sejak bulan ketiga dalam sistem e-budgeting. Lulung pun mengutip UU Nomor 16 tahun 2014, Pasal 317 ayat 1b, yang menyatakan, gubernur bersama dewan harus membahas anggaran belanja secara bersama-sama.

Basuki, kata Lulung, bisa membahas anggaran dalam KUA-PPAS dengan perangkat TPAD. Setelah itu semua, baru dibuat semacam MoU antara Basuki dengan DPRD. Setelah MoU ditandatangani, barulah penyampaian pidato gubernur tentang RAPBD.

"Saya ingat, di halaman 4 (pidato), gubernur ngomong 'saya akan menyerap aspirasi pokok pikiran dewan'," ujar Lulung. Akan tetapi, menurut Lulung, ada yang dilakukan Ahok sebelum APBD dibahas oleh DPRD. Basuki disebut sudah mengunci sistem e-budgeting sebelum pembahasan dilakukan. Sehingga, tidak dapat lagi dimasukkan anggaran pembahasan ke dalamnya.

Lulung mengatakan, nominal sebesar Rp 12,1 triliun yang disebut anggaran siluman itu merupakan nilai anggaran yang tidak bisa dimasukkan Ahok dalam sistem e-budgeting. Karena, sistem itu sudah dia kunci.

"Jadi kalau ada Rp 12,1 triliun, itu bukan siluman. Tapi hasil pembahasan yang Ahok tidak bisa input karena Ahok sudah bikin program dari bulan tiga. Curang enggak? Curang dong. Karena dia sudah mengunci e-budgeting sebelum KUA PPAS dan KUA PPA disahkan," ujar Lulung.

"Yang dia (Ahok) kagok, dia sudah tidak bisa input lagi hasil pembahasan, kenapa? Di-lock. Dikunci sama Ahok tidak boleh ada yang memasukkan lagi sebelum paripurna," tambah Lulung.

Untuk anggaran UPS sebesar Rp 12,1 triliun, Lulung kembali menegaskan bahwa hal itu merupakan hasil pembahasan. Setelah RAPBD diserahkan kepada Ahok, kata Lulung, DPRD tinggal membahas dalam badan anggaran. Kemudian terjadi pembahasan antara SKPD dengan komisi-komisi sehingga disimpulkan bahwa SKPD membutuhkan UPS. DPRD pun akhirnya menyepakati.

Setelah pembahasan itulah akhirnya rancangan anggaran sebesar Rp 73 triliun itu pun ditandatangani oleh Pemprov DKI dan DPRD DKI dalam sidang paripurna. Kemudian, siap untuk dikirim gubernur kepada Kemendagri.

Pada bagian ini, Lulung mengatakan, DPRD sudah tidak memegang APBD lagi. "Bola" sudah berada di tangan Ahok untuk menyerahkan APBD hasil pembahasan pada Kemendagri.

"Makanya kalau di kita, enggak ada (anggaran siluman), karena kita patokannya pembahasan, dia (Ahok) patokannya setelah pembahasan. Setelah pembahasan dari mana duitnye? duitnye dari langit? Terus itu rapatnya DPRD sama siapa? Berarti ada pihak ketiga loh kalau benar kaya gitu," ujar Lulung. (Jessi Carina)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie