KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah ingin menggenjot hilirisasi batubara. Sederet regulasi dan insentif sedang dibentangkan untuk dapat merealisasikan Peningkatan Nilai Tambah (PNT) dari komoditas yang satu ini. Direktur Bina Program Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Muhammad Wafid Agung mengatakan, perkembangan hilirisasi batubara berdasarkan jenis, potensi, perusahaan yang akan mengembangkan, hingga kisaran investasi yang diperlukan untuk setiap proyeknya. Pertama, untuk pengembangan batubara dengan jenis gasifikasi, sudah ada beberapa perusahaan yang melakukan penjajakan, yakni:
- PT Kaltim Prima Coal (KPC). Anak perusahaan dari PT Bumi Resources Tbk (BUMI) itu akan membangun proyek hilirisasi dengan produk methanol mencapai 1,8 juta ton per tahun. Membutuhkan feedstock batubara sebanyak 5 juta-6,5 juta ton per tahun, proyek yang berlokasi di Bengalon Kalimantan Timur ini ditargetkan COD pada tahun 2024. Sekarang, sedang dalam proses finalisasi Feasibility Studi (FS) dan skema bisnis.
- PT Arutmin Indonesia. Masih dari BUMI dan Bakrie Group, perusahaan yang baru saja mendapatkan perpanjangan operasi dan IUPK pada 2 November 2020 lalu itu akan menggarap proyek hilirisasi yang menghasilkan synthetic natural gas (SNG), yang saat ini sedang tahap finalisasi kajian (pra FS). Proyek ini ditargetkan COD pada tahun 2026 ini dengan produksi 2,8 juta ton methanol per tahun. Feedstock batubara yang dibutuhkan untuk proyek ini mencapai 6 juta ton per tahun.
- PT Adaro Indonesia. PKP2B generasi pertama dari PT Adaro Energy Tbk (ADRO) ini rencananya akan membangun proyek hilirisasi dengan produk 660.000 ton methanol per tahun. Dengan feedstock batubara sebanyak 1,3 juta ton per tahun, proyek ini ditargetkan selesai pada tahun 2027. Saat ini masih dalam tahap finalisasi kajian (pra-FS)
- PT Berau Coal dengan produk DME/Hydrogen (masih kajian awal).