Wiridan Jumadiarto masih punya banyak impian untuk Wonocaf. Ia ingin, tepung hasil temuannya itu menjadi salah satu komoditas unggulan Indonesia.Menurutnya, Wonocaf layak menjadi unggulan, lantaran punya banyak kelebihan, seperti mengandung karbohidrat kompleks, rendah gula, dan non gluten. "Tepung singkong ini lebih sehat dibandingkan tepung terigu," ucapnya. Makanya, ia bertekad lebih gencar mempromosikan tepung tersebut ke berbagai daerah melalui ajang pameran. Sekarang, Jumadiarto pun mengolah Wonocaf menjadi produk mi instan. Ini dilakukannya demi menjangkau lebih banyak konsumen. Saat mengikuti pameran inovasi Indonesia sekitar tiga tahun silam, pria asli Wonogiri ini mampu menyedot perhatian para pengunjung melalui berbagai olahan makanan dari Wonocaf. Walhasil, temuannya itu mendapat apresiasi berupa bantuan dana dari Kementerian Riset dan Teknologi. Dengan dana itu, ia semakin mantap untuk merealisasikan pembuatan mesin Wonocaf rancangan sendiri. Harapan jangka panjang, Jumadiarto ingin lebih serius mengembangkan bisnis Wonocaf ini dengan melibatkan petani di lingkungan sekitarnya. Ia bermaksud mendirikan koperasi dengan bisnis utama produksi dan pemasaran Wonocaf. "Di Jepang, bahkan industri otomotifnya berawal dari koperasi. Saya mau membuat seperti itu di sini," bebernya.Sejatinya, penemuan Wonocaf dan rencana pembentukan koperasi itu sekaligus menjadi kritik bagi pemerintah. Menurut Jumadiarto, selama ini, regulasi yang dibuat pemerintah tidak pro terhadap petani, dan cenderung membela pengusaha besar. Memang, lahirnya Wonocaf berawal dari kemirisan Jumadiarto melihat hasil panen singkong petani di Wonogiri yang melimpah, namun tidak berhasil memberikan penghidupan layak bagi petani. Hasil panen terpaksa dijual murah ke tengkulak.Dia melihat campur tangan pemerintah dalam mengedukasi petani soal mengolah singkong, sangat minim. "Makanya, saya tergerak menciptakan produk inovatif dari singkong," tukas pria lulusan IAIN Jakarta ini.Tak hanya meningkatkan kesejahteraan petani, Jumadiarto juga sangat memperhatikan lingkungan hidup. Makanya, ia memaksimalkan penggunaan singkong dan memastikan tidak ada bagian yang terbuang percuma dalam proses produksi Wonocaf. Wonocaf sendiri terbagi menjadi dua jenis, yaitu golongan super dan ampas fermentasi. Golongan super berasal dari singkong yang difermentasi hingga menjadi tepung singkong. Kemudian, ampasnya difermentasi lagi hingga menghasilkan tepung golongan dua.Selanjutnya, limbah terakhir dari pembuatan Wonocaf diolah menjadi pupuk organik cair dan bioetanol. "Jadi, tidak ada yang terbuang," imbuhnya. Jumadiarto ingin memastikan keuntungan yang didapatnya tidak mengorbankan kearifan alam, tapi justru mendukung kelestarian. (Selesai)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Dari produk super sampai limbah untuk pupuk (3)
Wiridan Jumadiarto masih punya banyak impian untuk Wonocaf. Ia ingin, tepung hasil temuannya itu menjadi salah satu komoditas unggulan Indonesia.Menurutnya, Wonocaf layak menjadi unggulan, lantaran punya banyak kelebihan, seperti mengandung karbohidrat kompleks, rendah gula, dan non gluten. "Tepung singkong ini lebih sehat dibandingkan tepung terigu," ucapnya. Makanya, ia bertekad lebih gencar mempromosikan tepung tersebut ke berbagai daerah melalui ajang pameran. Sekarang, Jumadiarto pun mengolah Wonocaf menjadi produk mi instan. Ini dilakukannya demi menjangkau lebih banyak konsumen. Saat mengikuti pameran inovasi Indonesia sekitar tiga tahun silam, pria asli Wonogiri ini mampu menyedot perhatian para pengunjung melalui berbagai olahan makanan dari Wonocaf. Walhasil, temuannya itu mendapat apresiasi berupa bantuan dana dari Kementerian Riset dan Teknologi. Dengan dana itu, ia semakin mantap untuk merealisasikan pembuatan mesin Wonocaf rancangan sendiri. Harapan jangka panjang, Jumadiarto ingin lebih serius mengembangkan bisnis Wonocaf ini dengan melibatkan petani di lingkungan sekitarnya. Ia bermaksud mendirikan koperasi dengan bisnis utama produksi dan pemasaran Wonocaf. "Di Jepang, bahkan industri otomotifnya berawal dari koperasi. Saya mau membuat seperti itu di sini," bebernya.Sejatinya, penemuan Wonocaf dan rencana pembentukan koperasi itu sekaligus menjadi kritik bagi pemerintah. Menurut Jumadiarto, selama ini, regulasi yang dibuat pemerintah tidak pro terhadap petani, dan cenderung membela pengusaha besar. Memang, lahirnya Wonocaf berawal dari kemirisan Jumadiarto melihat hasil panen singkong petani di Wonogiri yang melimpah, namun tidak berhasil memberikan penghidupan layak bagi petani. Hasil panen terpaksa dijual murah ke tengkulak.Dia melihat campur tangan pemerintah dalam mengedukasi petani soal mengolah singkong, sangat minim. "Makanya, saya tergerak menciptakan produk inovatif dari singkong," tukas pria lulusan IAIN Jakarta ini.Tak hanya meningkatkan kesejahteraan petani, Jumadiarto juga sangat memperhatikan lingkungan hidup. Makanya, ia memaksimalkan penggunaan singkong dan memastikan tidak ada bagian yang terbuang percuma dalam proses produksi Wonocaf. Wonocaf sendiri terbagi menjadi dua jenis, yaitu golongan super dan ampas fermentasi. Golongan super berasal dari singkong yang difermentasi hingga menjadi tepung singkong. Kemudian, ampasnya difermentasi lagi hingga menghasilkan tepung golongan dua.Selanjutnya, limbah terakhir dari pembuatan Wonocaf diolah menjadi pupuk organik cair dan bioetanol. "Jadi, tidak ada yang terbuang," imbuhnya. Jumadiarto ingin memastikan keuntungan yang didapatnya tidak mengorbankan kearifan alam, tapi justru mendukung kelestarian. (Selesai)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News