Dari Sejumlah Saham Big Caps Ini, Mana yang Dijagokan Analis?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Posisi saham-saham dengan kapitalisasi pasar (market caps) paling besar alias saham emiten big caps berubah cepat dalam beberapa bulan terakhir. Peringkat emiten big caps bergeser sejalan dengan rotasi sektor dan sentimen yang mengiringi sahamnya.

Contohnya dalam sebulan terakhir, tidak ada saham dari sektor teknologi yang punya market caps di atas Rp 100 triliun per Oktober 2023. Namun peta big caps mengalami rotasi per November, yang mana saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) dan PT DCI Indonesia Tbk (DCII) menanjak cukup pesat.

Soal saham yang melejit tinggi, PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) dan PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) jadi yang paling fenomenal. Kedua saham yang baru Initial Public Offering (IPO) pada tahun 2023 ini sukses merangsek ke jajaran atas big caps. 


BREN bahkan mampu menyalip market caps PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), hingga menempati posisi runner up. Memasuki bulan Desember, Jum'at (1/12), BREN menduduki posisi kedua market caps terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yakni senilai Rp 910 triliun.

Posisi BREN hanya kalah dari PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), yang masih kokoh di puncak klasemen big caps. BBCA masih menjadi satu-satunya saham dengan market caps di atas Rp 1.000 triliun di BEI, tepatnya Rp 1.092 triliun.

Baca Juga: Sejumlah Saham LQ45 Menguat Puluhan Persen Sejak Awal Tahun, Intip Rekomendasinya

Setelah BBCA dan BREN, ada BBRI di peringkat ketiga dengan market caps Rp 803 triliun. Kemudian PT Bayan Resources Tbk (BYAN) menempati peringkat keempat senilai Rp 642 triliun. Posisinya merosot, usai booming batubara membawa BYAN menduduki ranking ketiga pada tahun lalu.

Posisi 10 besar big caps lainnya per 1 Desember 2023 berturut-turut diisi PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) senilai Rp 545 triliun, AMMN [Rp 428 triliun], PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) [Rp 379 triliun], PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) [Rp 252 triliun], PT Astra International Tbk (ASII) [Rp 233 triliun], dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) senilai Rp 194 triliun.

Head of Retail Marketing & Product Development Division Henan Putihrai Asset Management, Reza Fahmi menyatakan pergeseran market caps emiten didorong oleh sejumlah faktor. Dia lantas menyoroti BREN dan AMMN yang harga saham dan market caps-nya langsung melejit selepas melantai di BEI.

Di samping kualitas aset yang dimiliki serta prospek kinerja emiten, sokongan grup bisnis atau pemilik dibalik BREN dan AMMN menjadi penambah daya tarik.

"Sentimen ini memberikan nilai tambah dan kepercayaan kepada investor bahwa emiten memiliki prospek cerah, salah satu faktor yang mendukung kenaikan harga saham mereka," kata Reza kepada Kontan.co.id, Minggu (3/12).

Financial Expert Ajaib Sekuritas Ratih Mustikoningsih menambahkan, saham baru seperti AMMN bisa stabil di ranking atas big caps juga karena diminati oleh investor asing. Apalagi setelah terdorong sentimen masuknya AMMN ke dalam indeks Morgan Stanley Capital International (MSCI) pada rebalancing terbaru.

Dengan lonjakan harga dan bobot yang membesar, pergerakan saham BREN dan AMMN turut mendorong laju IHSG yang kembali menanjak ke atas level 7.000. Hanya saja, Ratih mengingatkan saham AMMN tampak mengalami aksi profit taking cukup masih saat rebalancing indeks MSCI mulai berlaku efektif pada 1 Desember 2023.

Di sisi lain, dengan harga yang telah meroket 771,8% dalam waktu kurang dari dua bulan, valuasi BREN pun sudah terbilang overvalue.  Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas ikut menyoroti, jika tren pergerakan saham BREN berbalik turun, maka berpotensi menjadi pemberat laju IHSG.

Namun, dampaknya bisa teredam asalkan pergerakan saham big caps lain lanjut naik, sehingga tetap stabil menopang IHSG. Menurut Sukarno, potensi terjadinya rotasi di antara saham-saham big caps masih terbuka pada akhir tahun ini.

Sukarno menyoroti saham TLKM dan ASII yang secara kinerja masih apik dan punya valuasi menarik. Apalagi saham ASII yang terlihat kembali diminati oleh investor asing dengan net buy cukup signifikan pada awal Desember ini.

"Peluangnya masih akan ada perubahan posisi karena ada potensi kenaikan saham yang sudah turun dalam, sedangkan dari sisi kinerja bagus. Salah satu yang perlu diperhatikan oleh investor terkait sinyal-sinyal transisi tren harga-nya," jelas Sukarno.

Ratih menimpali, pergerakan sejumlah saham  top big caps memang cenderung sideways, seperti terjadi pada BBCA, BBRI, BMRI dan ASII. Laju saham big caps yang relatif sideways itu berpotensi menguat dan mendorong IHSG di penghujung tahun ini. "Di tengah kinerja keuangan yang cukup baik sepanjang sembilan bulan 2023," imbuhnya.

Reza mengamini, potensi rotasi sektor atau pergeseran di antara saham big caps masih terbuka pada akhir tahun 2023. "Terutama jika ada perubahan kondisi makro ekonomi, sentimen pasar, atau katalis yang memengaruhi kinerja dan valuasi sahamnya," kata Reza.

Baca Juga: Sejumlah Saham LQ45 Menguat Puluhan Persen Sejak Awal Tahun, Intip Rekomendasinya

Selain situasi makro ekonomi dan sentimen global, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus menyoroti efek dari kampanye Pemilu dan Pilpres yang sedang berlangsung bisa lebih terasa. Terutama untuk sektor atau saham yang berpotensi terpapar katalis positif dari momentum politik ini.

Dus, saham big caps sektor consumer seperti PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dan PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) menarik untuk dikoleksi. Selain itu, Nico merekomendasikan big caps dengan fundamental apik dan cenderung tahan banting seperti BBCA, BBRI, BMRI, BBNI, ASII dan TLKM.

Reza menyodorkan saham BBCA, AMMN, GOTO dan DCII sebagai pertimbangan koleksi. Selain saham big bank, Sukarno merekomendasikan TLKM dan ASII. Sedangkan untuk jangka pendek sebagai trading plan di pekan ini, Ratih menyematkan rekomendasi buy BBRI dan ASII.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat