Darmin dipanggil KPK untuk kasus BCA



JAKARTA. Mantan Direktur Jendral Pajak Kementerian Keuangan Darmin Nasution akan diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada hari ini, Senin (11/8). Ia akan bersaksi terkait dugaan korupsi dalam penerimaan keberatan pajak PT BCA Tbk untuk tersangka Hadi Poernomo. "Darmin akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka H (Hadi Poernomo)," kata juru bicara KPK Johan Budi SP, Senin pagi.

Pemanggilan Darmin kemungkinan dilakukan untuk menelisik soal peran Dirjen Pajak dalam penanganan keberatan wajib pajak. Sebab, Darmin merupakan Dirjen Pajak yang menggantikan Hadi Poernomo pada 2005 lalu. Disinggung soal itu, Johan mengaku tidak tahu. "Yang pasti, dia dipanggil guna keperluan penyidikan," ungkap Johan.

Kasus ini bermula ketika pada 17 Juli 2003, Bank BCA mengajukan keberatan pajak atas transaksi Non Performance Loan (NPL) sebesar Rp 5,7 triliun kepada Direktorat Pajak Penghasilan (PPh). Setelah surat keberatan diterima oleh PPh dan dilakukan kajian lebih selama satu tahun, pada 13 Maret 2004 Direktorat PPh memberikan surat pengantar risalah keberatan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang berisi hasil telaah atas permohonan keberatan yang diajukan Bank BCA tersebut.


"Adapun hasil telaah itu, berupa kesimpulan bahwa permohonan wajib pajak Bank BCA ditolak," kata Ketua KPK Abraham Samad, Senin (21/4) lalu.

Penolakan keberatan Direktorat Pajak Penghasilan (PPh) dilakukan karena adanya dugaan pengemplangan pajak yang diduga dilakukan BCA. Saat itu Direktur PPh adalah Sumihar Petrus Tambunan. ​Secara garis besar, isi risalah menyebutkan sebaiknya Dirjen Pajak menolak permohonan keberatan pajak BCA. BCA diwajibkan melunasi tagihan pembayaran pajak tahun 1999 sebesar Rp5,77 triliun. Untuk pelunasannya, BCA diberi tenggat hingga 18 Juni 2004.

Namun demikian lanjut Abraham, satu hari sebelum jatuh tempo untuk memberikan keputusan final kepada Bank BCA atau tepatnya pada 18 Juli 2004, Hadi yang kala itu menjabat Direktur Jenderal Pajak mengirim nota dinas kepada Direktur Jenderal PPh. Dalam nota dinas tersebut dituliskan agar supaya mengubah kesimpulan yang semula dinyatakan menolak menjadi menerima seluruh keberatan Bank BCA.

"Disitulah peran Dirjen pajak. Selaku Dirjen pajak ia menerbitkan surat keputusan, surat ketetapan pajak nihil yang memutuskan menerima seluruh keberatan wajib pajak sehingga tidak ada waktu dan kesempatan Direktur PPh untuk memberikan tanggapan yang berbeda," imbuh Samad.

Karena pembatalan tersebut, negara kehilangan pajak penghasilan dari koreksi penghasilan BCA sebesar Rp 375 miliar.

Atas perbuatan tersebut, Hadi disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Hadi diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dalam menerima seluruh keberatan atas PPh PT BCA atas tahun pajak 1999. Hadi terancam hukuman pidana seumur hidup dan denda maksimal Rp 1 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa