Darmin Nasution: Tak ada lagi paket kebijakan baru



Kebijakan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) mengelola anggaran menghadapi berbagai pertanyaan belakangan ini. Di saat penerimaan negara terancam lebih rendah daripada target yang dipasang, ekonom, seperti Faisal Basri, menilai pemerintah tak perlu ngotot mempertahankan pelaksanaan proyek infrastruktur. Kebijakan lain yang kini kerap dikritik adalah pemberian bantuan sosial

Di saat penerimaan pajak negara mengalir pelan,  kebijakan mempertahankan belanja infrastruktur dan bantuan sosial bisa menimbulkan kesan pemerintah tidak lagi hati-hati dalam mengelola anggaran.

Tentu, persepsi semacam itu bisa berdampak negatif mengingat Indonesia masih bergantung pada aliran modal dari luar negeri, baik yang berbentuk portofolio maupun investasi langsung.


Memasuki tahun keempat, pemerintahannya, Jokowi-JK juga harus membuktikan taji dari 16 paket ekonomi yang meluncur selama dua tahun terakhir. Saat ini, banyak pebisnis menilai paket ekonomi masih berjalan di tempat.

Untuk lebih memahami kebijakan tim ekonomi Jokowi-JK, Tim KONTAN mewawancarai Darmin Nasution, Menteri Koordinator bidang Perekonomian, pekan lalu. Berikut nukilannya:

KONTAN: Mengapa pemerintah kita seakan mengutamakan pembangunan infrastruktur, di saat cekak sekalipun? DARMIN: Jadi pilar pertama Jokowi-JK adalah membangun infastruktur.  Ada beberapa alasan mengapa itu yang dipilih. Pertama, kita memang kita ketinggalan. Memang tidak hanya kita.

Tetapi ketinggalan ini berpengaruh besar ke perekonomian dan efisinsi. Kedua, dalam situasi ekonomi dunia dan perdagangan yang melambat, investasi susah untuk datang.

Kenapa? Karena orang akan melihat pasarnya. Padahal, pasar sedunia sedang turun. Adanya investasi di infrastruktur memang lebih memungkinkan untuk masuk. Karena keputusan untuk infrastruktur itu hitungannya bukan dua-tiga tahun, tapi enam tahun lagi.

(Video lengkap wawancara Darmin Nasution: Pembangunan infrastruktur, pilar pertama kebijakan -1)

KONTAN: Banyak pebisnis merasa ketentuan dalam 16 paket kebijakan ekonomi tak sesuai dengan peraturan di daerah? DARMIN: Maka, yang pertama dikasih tanggungjawab itu adalah yang mengawal debottlenecking, lalu di-review aturannya. Dan ditransformasi ke online. Selama ini kita tidak sentuh ke pemerintah daerah.

Maka sekarang kita akan masuk. Kendalanya sudah dipetakan. Selama ini, masalah ini sudah dianggap selesai dengan desentralisasi. Lalu saya baca otonomi daerah yang baru. Ada

konsesi yang menarik: bahwa Indonesia negara kesatuan, kewenangan pemerintahan ada di presiden. Yang membantu presiden itu menteri. Di daerah itu gubernur, bupati dan DPRD.  Berarti pemda membantu presiden. Dan presiden, karena kewenangannya, wajib memonitor dan evaluasi.

Dari sana kami menyimpulkan kami bisa. Selama tidak bertentangan dengan UU Otda, artinya, ya, boleh. Kami menemukan itu, saat kumpulkan eselon dua yang menyusun UU Otda. Mereka bilang bisa karena perda, yang penting bukan UU.

Kita sedang mewajibkan semua kementerian dan lembaga dan semua pemda membentuk satuan tugas. Satgas nasionalnya di kantor Menko. Tugas satgas itu memonitor, mengevaluasi dan melakukan debottlenecking secara aktif. Monitor satu per satu, nyangkut di mana, masalahnya di mana.

Maret tahun depan, kita akan punya single submission dalam satu gedung. Orang cukup datang ke satu gedung, dalam sehari bisa selesai.

KONTAN: Bagaimana menjalankan deregulasi di 2018 yang adalah tahun politik? DARMIN: Jangan khawatir. Sampai Maret sudah selesai.

KONTAN: 2018 dan 2019 kan tahun politik, bukannya asing akan menunggu masuk sampai selesai pemilu? DARMIN: Ya, memang bisa saja ada begitu. Tetapi kita juga melihatnya kalau semakin lama ditunda, juga semakin susah. Lebih baik kita menciptakan iklim yang baik, kan investasi tidak perlu yang besar-besar.

KONTAN: Ada beberapa Perda yang akan disesuaikan? DARMIN: Untuk tahap pertama, fokus kami membuat satuan tugas. Satgas bekerja, minta laporan ke daerah, ada berapa izin investasi yang sudah disetujui tetapi belum berjalan. Masing-masing dari mereka harus melapor. Apa yang harus dikerjakan. Kalau tidak, kami laporkan ke Presiden.

KONTAN: Apakah masih akan ada paket kebijakan baru, atau setop di angka 16? DARMIN: Kami berusaha di 16 ini bisa selesai. Bisa saja nanti ada daftar negatif investasi (DNI). Pada dasarnya dengan 16 paket ini, kita sudah bikin Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Investasi untuk izin usaha terjadi. Sehingga sudah tidak perlu ada loncatan. Tidak perlu paket-paket lagi.

KONTAN: Di tahun politik, pasti banyak gangguan. Menteri-menteri pun mungkin ada kepentingan. Bagaimana memastikan program ekonomi pemerintah jalan? DARMIN: Saya juga tidak bisa jawab karena itu terlalu rumit.

KONTAN: Berarti semuanya akan dikejar di tahun 2018? DARMIN: Sebelum Maret 2018 kami sudah harus menyelesaikan kebijakannya. Setelah itu, kita tidak lagi dibebani formulasi, tetapi pada pelaksanaannya. Seberapa cepat dilaksanakan, saya tidak bisa menjawab sendirian karena butuh kerja sama.

KONTAN: Apa lagi yang sedang dikebut hingga Maret? DARMIN: Kebijakan pemerataan, reforma agraria, vokasi, kemudahan berusaha dan bekerja. Mungkin ada satu dua soal pangan. Kami merasa kebijakan pangan, walau inflasi baik, perlu fondasi yang berjangka panjang.

KONTAN: Seperti apa kebijakan pangan baru itu? DARMIN: Saya agak enggan bicara. Tetapi kurang lebih begini: di pangan itu ada yang kurang settle antara produksi dan kebutuhan versus impor. Kami ingin ada mekanisme yang lebih settle, tidak adhoc, sehingga harga bisa lebih bisa diprediksi. Jadi tidak tergantung kebijakan impor. Saya belum bisa banyak omong, karena kalau saya bicara banyak yang sudah akan siap-siap. Tunggu saja.

KONTAN: Seperti apa pengelolaan anggaran di 2017? DARMIN:: Barangkali yang tidak mencapai target adalah penerimaan. Ini memang masalah. Tetapi di pihak lain, kami juga sedang menyiapkan reform pajak, menyiapkan sistem informasi teknologi (IT) yang baru.

Memang ini butuh waktu dan mengubah metode. Sebagai bekas Direktur Jenderal Pajak (DJP) saya tahu itu. Di satu sisi, pengusaha juga terbeban karena jadi target pajak.

Ini yang saya bilang soal metode. Kalau memang menakut-nakuti, itu memang susah. Cara elegan, membuat orang patuh itu beda dengan buat orang takut. Tetapi kini saya bukan pejabat pajak lagi.

Anyway, yang namanya penerimaan itu masih bisa ditutup dengan penerbitan obligasi. Tetapi pasar kita tahu ada kesulitan saat ini, jadi pasti harganya naik. Tapi masih ada jalan keluar.

KONTAN: Apa kita masih mampu mempertahankan target defisit anggaran? DARMIN: Ya tetap 3%. Saat ini, kita masih punya ruang untuk meminjam. Kalau memang terpaksa, ya pinjam.

KONTAN: Sejumlah ekonom menyatakan pemerintah harus menahan laju proyek infrastruktur karena penerimaan yang seret. DARMIN: Begini. Kan, bukan semuanya pemerintah. Misal listrik sebagaian besar adalah pembangkit swasta, bukan PLN. Jadi semua akan berhitung. Artinya tidak perlu sampai seperti zaman Orde Baru, ada  membekukan proyek. Kalau memang perlu memperlambat, bisa dengan berbagai macam cara.

KONTAN: Yang akan dijadwal ulang seperti listrik? DARMIN: Ya tidak juga. Saya bilang, pembangkit listrik kelihatannya ada yang kontraknya belum selesai, masih dalam proses. Tetapi paling tidak kuartal satu tahun ini, penggunaan listrik itu negatif.

Artinya apa? Ada yang bilang demand  listrik tidak seperti yang diharapkan. Tetapi ada yang mengatakan tidak mungkin negatif, pasokannya yang kurang.

KONTAN: Dalam APBN 2018 anggaran bantuan sosial dengan aneka kartu lebih besar, apakah ini lanjutan dari pilar Jokiwi-JK, atau disama-samakan dengan tahun politik? DARMIN: Mestinya tidak disama-samakan lah. Kalau yang ini belum mulai, belum besar-besaran. Kami ingin mengarah bantuannya non-tunai itu termasuk subsidi pupuk.

Walau kita masih bergulat menyelesaikannya transformasi rastra dari beras menjadi non tunai. Walau itu tidak mengubah rupiahnya. Tetapi dalam perjalanannya, dia bisa diperlambat.

Kalau barang harganya naik, mau tidak mau, ya, harus ditutup juga. Apalagi nanti kalau dia sudah digabung. Arahnya itu sebenarnya sudah digabung. Kalau di negara lain ada yang namanya social security, boleh jadi social security kita sudah tinggi. Sebenarnya itu tunai, tetapi cara bayarnya kita sebut non tunai.

Jadi kalau dibilang apakah akan disama-samakan, tidak. Sebetulnya kita menyiapkan pembiayaan infrastruktur. Melibatkan swasta lebih banyak untuk green field atau mensekuritasi aset yang sudah jalan.

Sebetulnya bukan hanya sekuritasi, ada juga yang namanya limited concession. Intinya jangan mengubah kepemilikan, karena infrastruktur di UU itu punya negara, kalau pemilikannya beralih itu pasti ada yang salah.

Karena itu metode yang dipilih, saat dapat konsesi KPBU, atau lalu kemudian di-sekuritisasi. sehingga hitung-hitungan kita bisa menggalang dana lebih banyak melalui market. Itu yang bikin kita lihat bisa lah dikurangi pengeluaran dari APBN untuk infrastruktur.

KONTAN: Targetnya? DARMIN:: Kalau tanya target, saya belum bisa jawab. Tetapi even pemerintah daerah ada proyek yang jelas, kita sudah mulai mendorong. Tetapi proyeknya harus jelas.

KONTAN: Apa saja sekuritisasi yang sudah berjalan dan akan berjalan? DARMIN: Jasa Marga dan Indonesia Power. PLN kan punya banyak pembangkit. Lalu ada bandara itu juga masih ada.      

KONTAN: Di pasar pencarian dana, sekarang kan dugaan ORI 014 tidak terserap, karena banyak pihak, termasuk BUMN berebutan dana. Otomatis kupon menjadi tinggi. DARMIN: Ya memang musti ada cost-nya. Tetapi jangan lupa momen market sekarang kan tidak normal.  Ada Yellen ngomong begini, konflik di Korea Utara, ada macam-macam yang membuat pasarnya goyang.

Sebenarnya tanpa kita menerbitkan ORI yang terakhir, kursnya mulai bergerak, dua bulan terakhir ini. Tidak berarti saya mau membantah tidak ada costnya. Pasti ada. Tetapi kemampuan pasar itu besar sekali.

KONTAN: Soal kebijakan BBM yang harganya tidak mau dinaikkan akibatnya Pertamina bisa menanggung gede? DARMIN:: Ini perdebatannya panjang juga. Intinya, kesimpulannya jangan dinaikkan.

KONTAN: Sampai kapan? DARMIN: Ya kita lihat perkembangannya.

KONTAN: Setelah tiga tahun memerintah, berdasarkan evaluasi pemerintah, apa saja kelemahan atau kendala yang dihadapi pemerintah? DARMIN: Sebenarnya sudah kelihatan dari Presiden saat marah. Soal efisiensi, birokrasi. Seharusnya sudah bisa dilihat.

KONTAN: Presiden bilang birokrasi kurang inovatif? DARMIN: Ya, memang birokrasi kita masih agak berat dan bermasalah. Birokrasi kita, kalau menurut saya, jadi fokus untuk mengelola anggaran. Bukan empowering people.     

Darmin Nasution, Menteri Koordinator Perekonomian

Riwayat pendidikan: - S3 Ekonomi University of Paris, France - S2 Ekonomi University of Paris, France - S1 Ekonomi Universitas Indonesia

Riwayat pekerjaan: - Menteri Koordinator Perekonomian - Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam - Gubernur Bank Indonesia - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia - Direktur Jenderal Pajak - Kepala Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan - Direktur Jenderal Lembaga Keuangan - Asisten Menteri Koordinator Pengawas Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara -  Asisten Menteri Koordinator Produksi dan Distribusi - Asisten Menteri Koordinator Industri dan Perdagangan              

* Artikel ini sebelumnya sudah dimuat di Tabloid KONTAN edisi 30 Oktober 2017. Selengkapnya silakan klik link berikut: "Kami Berusaha Selesai di Angka 16"

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Mesti Sinaga