Data AS menahan laju harga emas



KONTAN.CO.ID - Peluncuran rudal oleh Korea Utara yang melintasi langit Jepang rupanya tak banyak mempengaruhi pergerakan harga emas akhir pekan ini. Maklum, pada saat bersamaan, data ekonomi Amerika Serikat (AS) positif. Hal ini membuat pelaku pasar menilai peluang kenaikan suku bunga The Fed meningkat.

Akhir pekan lalu (15/9), harga emas kontrak pengiriman Desember 2017 di Commodity Exchange, per pukul 17.45 WIB, turun 0,08% jadi US$ 1.328,20 per ons troi. Padahal pada pekan sebelumnya, harga emas sempat melambung ke US$ 1.351,20 per ons troi, yang merupakan harga tertinggi sejak 27 September 2016.

Analis menilai sentimen emas sebagai safe haven gagal mengangkat harga karena reaksi dari negara-negara yang bersinggungan dengan Korea Utara, seperti AS, Jepang, dan Korea Selatan, sudah diprediksi. "Pasar kemungkinan mengabaikan aksi peluncuran rudal Korea Utara dan lebih fokus pada data inflasi dan data ketenagakerjaan AS yang membaik," kata Alwi Assegaff, Analis Global Kapital Investama Berjangka, Jumat (15/9).


Inflasi AS pada Agustus 2017 naik 0,4% dari bulan Juli yang hanya 0,1%. Inflasi tersebut merupakan level tertinggi selama tujuh bulan terakhir.

Selain itu, data ketenagakerjaan AS juga membaik, dengan klaim pengangguran turun menjadi 284.000 dari sebelumnya sebanyak 298.000. Hal ini mendukung potensi kenaikan suku bunga The Fed akhir tahun ini.

Kebijakan bank sentral

Putu Agus Pransuamitra, Research & Analyst Monex Investindo Futures, mengatakan, harga emas sebenarnya sempat menguat di awal perdagangan kemarin, tetapi berbalik melemah karena dollar cukup kuat. "Orang-orang juga menganggap harga emas terlalu tinggi," kata Putu.

Harga emas dianggap tinggi karena adanya outlook pengetatan moneter yang dilakukan oleh beberapa bank sentral dunia. Beberapa bank sentral mulai menaikkan suku bunga, seperti Bank of Canada sebesar 0,25%. Bank of England (BOE) juga berniat menaikkan suku bunga acuan. Sedangkan European Central Bank (ECB) berencana melakukan tapering off.

Kendati demikian, Putu bilang, sejatinya harga emas masih dalam tren bullish, karena sudah berada di atas level US$ 1.300 per ons troi. Namun jika semua kebijakan moneter tersebut terlaksana, harga dapat berbalik lagi ke area di bawah US$ 1.290 per ons troi di akhir tahun ini.

Alwi mengatakan, pelaku pasar menjadikan momentum jelang rapat Federal Open Market Committee (FOMC) pekan depan untuk melakukan profit taking, setelah harga emas naik pada pekan sebelumnya.

Secara teknikal, Alwi melihat harga emas masih dalam tren naik jangka panjang. Dalam jangka pendek, indikator moving average (MA) sudah bergerak bearish karena harga di bawah MA 10. Sementara jangka menengah, harga masih bullish karena harga bertahan di atas MA 55.

Indikator moving average convergence divergence (MACD) masih di area positif, tapi sudah menunjukkan sinyal divergence bearish. Lalu, relative strenght index (RSI) di level 69 mengindikasikan penurunan. Kesimpulannya, tren harga emas masih bullish, tapi ada potensi koreksi.

Alwi memprediksi harga emas pada Senin (18/9) masih melanjutkan tren turun dan bergerak di kisaran US$ 1.312,50-US$ 1.338,86 per ons troi. Sementara dalam sepekan ke depan, harga akan bergerak di kisaran US$ 1.300-US$ 1.346 per ons troi.

Adapun Putu memprediksi harga emas pada Senin (18/9) akan bergulir di kisaran US$ 1.310-US$ 1.345 per ons troi. "Ada potensi harga menguat karena tidak menutup kemungkinan ketegangan geopolitik akan memanas," tandas Putu lagi. Selama seminggu ke depan, ia meramalkan harga emas akan bergerak di rentang US$ 1.300-US$ 1.370 per ons troi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie