Data devisa ekspor baru bisa dimanfaatkan Juli



JAKARTA. Demi memperoleh pendapatan negara yang lebih besar, Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai ingin memanfaatkan data hasil devisa ekspor (DHE) Bank Indonesia. Namun, kedua instansi tersebut baru bisa memanfaatkannya di bulan Juli nanti.

Direktur Informasi Kepabeanan dan Cukai Ditjen Bea dan Cukai Susiwijono mengatakan, data devisa ekspor ini akan digunakan untuk mencocokkan data ekspor yang diperoleh Ditjen bea dan cukai. Dia mengatakan, peraturan yang mengharuskan eksportir memarkir uangnya di perbankan Indonesia ini memang sudah mulai diberlakukan terhadap dokumen per 2 Januari lalu.


Namun, kata Susiwijono, enforcement peraturan ini baru diberlakukan per 2 Juli. “Dengan BI kami sudah rapat kaitannya dengan devisa hasil ekspor. Sudah akan diberlakukan terhadap dokumen per 2 Januari. Tetapi problemnya, enforcement-nya masih lama setelah pemberlakuan DHE per 2 Juli,” kata dia akhir pekan lalu.

Susiwijono mengatakan, Ditjen Bea dan Cukai akan melakukan rekonsiliasi data di pemberitahuan ekspor barang (PEB) seperti data arus barang, volume, jumlah, dan jenis barang dengan data devisa hasil ekspor di sistem BI. Seperti diketahui, dalam aturan ini terdapat sejumlah sanksi yang harus siap diterima eksportir. Sanksi yang diberikan Ditjen bea cukai kepada eksportir yang menyalahi aturan tentang lalu lintas devisa bisa berupa tidak memberikan pelayanan atau blokir.

Jadi, eksportir tidak akan bisa melakukan ekspor karena tidak mendapatkan layanan dari Bea dan Cukai. Hal ini ditengarai dapat memicu pro kontra bagi eksportir. Maka, Susiwijono meminta agar peraturan ini bisa disosialisasikan lagi. “Jadi teman-teman asosiasi eksportir, kita sosialisasikan ulang lagi. Kalau awal Juli dikenakan sanksi baru akan ribut lagi. Kita harus sama-sama segera sosialisasikan. Ini belum ada keributan karena enforcement-nya baru per dua Juli nanti,” ujarnya.

Sementara itu Yoyok, Direktur Teknologi Informasi Perpajakan Ditjen Pajak mengatakan, saat ini Ditjen Pajak masih punya pekerjaan rumah untuk membenahi sistem pendataan di pajak. Dia mengatakan, saat ini sudah ada beberapa eksportir yang mengisi datanya di portal BI. Namun, karena belum lengkapnya instrumen data hasil devisa ekspor tersebut, data yang bisa termanfaatkan masih belum banyak. “Ya, kita manfaatkan apa adanya. Data yang baru belum ada, karena sistem yang di BI itu belum jadi,” katanya kepada KONTAN. Ditjen pajak optimistis, dengan adanya data devisa ekspor tersebut, pengusaha kena pajak yang tidak jujur melaporkan SPT bisa ditindak. Hal ini juga diharapkan bisa mendongkrak penerimaan PPN dan PPnBM. “Karena prasarananya belum jadi dan belum terlalu operasional, maka efektif pemanfaatannya paling cepat di bulan Juli,” kata dia. Sekadar mengingatkan, PBI DHE bertujuan memperkuat kondisi likuiditas valas di dalam negeri. Dalam beleid itu, dalam waktu maksimum enam bulan sejak tanggal Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), devisa akan masuk ke perbankan dalam negeri. Nah, karena baru beberapa hari berjalan, data dari bank-bank yang sudah menerima devisa hasil ekspor belum dapat dinilai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Djumyati P.