JAKARTA. Bank Indonesia (BI) telah mewajibkan eksportir mengirim hasil penjualan mereka ke perbankan dalam negeri. Bagi perbankan, aturan ini berpotensi meningkatkan likuiditas valuta asing (valas) dan pendapatan komisi atau fee based income. Namun, aturan yang meluncur awal tahun 2012 itu belum terlalu efektif. Belum seluruh eksportir mengirim laporan devisa hasil ekspor (DHE). Sunarso, Direktur Commercial and Business Banking Bank Mandiri, menjelaskan eksportir belum banyak melaporkan Rincian Transaksi Ekspor (RTE) karena salah memahami mekanisme pelaporan. Mereka mengganggap harus datang ke bank. Padahal RTE itu dapat dilakukan secara online. "DHE yang masuk lewat kami sebenarnya besar, tapi yang melaporkan RTE masih sedikit," katanya, Senin (1/10). Dari Januari hingga Agustus tahun 2012, DHE yang mengalir ke Bank Mandiri mencapai US$ 36,7 miliar. Namun, eksportir yang melaporkan rinciannya (RTE) baru 28% atau sekitar US$ 10,3 miliar dari DHE yang masuk ke bank. "Kami menargetkan DHE mencapai US$ 63 miliar hingga akhir tahun. Sedangkan pelaporan RTE juga diharapkan naik dari angka US$ 10,3 miliar," tambah Sunarso.
Bank pelat merah ini telah mengembangkan produk-produk tresuri untuk mendongkrak penerimaan devisa dan pelaporan ekspor, misalnya produk lindung nilai seperti transaksi foreign exchange forward, swap, option, interest rate swap dan cross curenncy swap. Bank juga berupaya memfasilitasi pengembangbiakkan uang milik eksportir di surat berharga negara, obligasi korporasi dan US Treasury Bond. Afien June, Vice President Trade Division Internasional Bank BNI, menuturkan perseroan baru menerima pelaporan DHE sekitar US$ 15 miliar. Sedangkan RTE masih dalam proses pendataan.