JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak bak berperang dengan peluru kosong. Begitulah gambaran mengapa upaya Ditjen Pajak untuk mendongkrak penerimaan pajak tahun ini masih tak bertaji. Meski ada kebijakan penghapusan sanksi administrasi pajak atau reinventing policy, perolehan pajak seret. Sebelumnya Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Sigit Priadi Pramudito mengatakan, hanya 7,4% dari data wajib pajak (WP) yang bisa dimanfaatkan untuk reinventing policy. Ini berarti lebih dari 90% data WP yang dimiliki oleh Ditjen Pajak tidak valid. Inilah sebabnya, dari target penerimaan pajak sebesar Rp 200 triliun, sampai semester I yang tercapai baru sebesar Rp 30 triliun. Dengan data yang tak valid, wajib pajak bisa mengelak mengakui keabsahan data yang dimiliki oleh Ditjen Pajak.
Data di Ditjen Pajak tak bisa langsung digunakan
JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak bak berperang dengan peluru kosong. Begitulah gambaran mengapa upaya Ditjen Pajak untuk mendongkrak penerimaan pajak tahun ini masih tak bertaji. Meski ada kebijakan penghapusan sanksi administrasi pajak atau reinventing policy, perolehan pajak seret. Sebelumnya Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Sigit Priadi Pramudito mengatakan, hanya 7,4% dari data wajib pajak (WP) yang bisa dimanfaatkan untuk reinventing policy. Ini berarti lebih dari 90% data WP yang dimiliki oleh Ditjen Pajak tidak valid. Inilah sebabnya, dari target penerimaan pajak sebesar Rp 200 triliun, sampai semester I yang tercapai baru sebesar Rp 30 triliun. Dengan data yang tak valid, wajib pajak bisa mengelak mengakui keabsahan data yang dimiliki oleh Ditjen Pajak.