KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah masih volatilnya nilai tukar rupiah dan kuatnya sentimen eksternal, data-data ekonomi dinilai para analis bisa menjadi pereda tekanan di pasar obligasi Indonesia untuk sementara. Analis Fixed Income MNC Sekuritas, I Made Adi Saputra menyampaikan, sejauh ini belum ada obat yang benar-benar mujarab untuk membuat pasar obligasi Indonesia kembali normal secara berkelanjutan. Ia berpendapat, prospek pasar obligasi dalam negeri ke depannya masih akan didominasi oleh faktor pergerakan rupiah dan yield US Treasury.
Di luar hal itu, data pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk kuartal II yang dirilis Agustus mendatang juga patut dicermati. Jika datanya menunjukkan peningkatan, ada kemungkinan pasar obligasi domestik dapat
rebound walau hanya sementara. “Setelah BI menaikan suku bunga acuan sampai 100 basis poin, para investor tentu menantikan efeknya terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia,” katanya, Rabu (25/7). Sementara itu, Desmon Silitonga, Fund Manager Capital Asset Management menilai, keputusan Bank Indonesia untuk mereaktivasi instrumen Sertifikat Bank Indonesia (SBI) belum tentu berdampak positif bagi pasar obligasi Indonesia. Malah, ada kekhawatiran timbul suatu masalah jika BI dan pemerintah tidak solid dalam berkoordinasi untuk menyesuaikan jadwal lelang Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Bendahara Negara (SBN). “Kalau jadwal lelangnya berdekatan, takutnya investor yang sudah ikut lelang SBI justru enggan untuk masuk ke lelang SBN. Padahal, pemerintah punya target besar dari lelang SBN,” paparnya, hari ini. Dia menambahkan, untuk saat ini hal yang paling realistis dilakukan pemerintah adalah memastikan neraca dagang Indonesia tetap surplus sehingga rupiah tidak terus-terusan tertekan. Dengan begitu, tekanan di pasar obligasi akan berkurang dengan sendirinya.
Terlepas dari itu, Made menjelaskan, koreksi yang kerap terjadi di pasar obligasi domestik dalam beberapa bulan terakhir menjadi peluang bagi investor lokal untuk berinvestasi. Sebab, investor berpotensi mendapatkan yield tinggi di tengah harga yang sudah tergolong murah. “Selisih yield SUN dan inflasi Indonesia juga makin lebar,” tambahnya. Di sisi lain, Desmon menyebut, investor lokal belum tentu mengambil kesempatan untuk masuk ke pasar obligasi jika di saat yang sama investor asing terus-menerus melakukan aksi jual. Ini mengingat sebagian investor lokal juga mengkhawatirkan sentimen eksternal. Kalaupun ada investor lokal yang benar-benar memanfaatkan kondisi pasar yang koreksi biasanya dari perusahaan asuransi atau dana pensiun. Sebab, posisi yield SUN yang tinggi akan menguntungkan bagi investor tersebut yang membutuhkan pendanaan dalam jangka panjang. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia