KONTAN.CO.ID - BEIJING. Ekspor China diperkirakan kontraksi pada Juli. Ini karena negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia ini tengah berjuang untuk menarik pembeli yang bergulat dengan inflasi tinggi dan kenaikan suku bunga. Data ekspor China di Juli menurut jajak pendapat Reuters yang dilakukan pada 28 ekonom menunjukkan penurunan 12,5% dari tahun sebelumnya. Sementara secara bulanan menurun 12,4%. Ini akan menjadi pembacaan terburuk sejak awal pandemi pada Februari 2020. Saat itu ekspor China turun 17,2% per tahun, karena pembatasan dan lockdown akibat Covid-19.
Baca Juga: Credit Suisse PHK Karyawan, Kali Ini Giliran Staf di Hong Kong Aktivitas pabrik China juga turun di Juli 2023. Ini artinya menjadi penurunan dalam empat bulan berturut-turut. Kondisi ini mengancam prospek pertumbuhan ekonomi China di kuartal ketiga. Hal ini meningkatkan tekanan kepada para pejabat untuk memberikan langkah stimulus untuk meningkatkan permintaan domestik. Sektor jasa dan konstruksi China juga tertatih-tatih. China mengisyaratkan akan ada stimulus, tetapi investor tidak puas dengan proposal yang diajukan. Stimulus tersebut diberikan untuk pinjaman konsumsi di sektor otomotif, real estat dan jasa. Sebelumnya, stimulus kredit hanya untuk pinjaman kepada usaha kecil dan menengah hingga akhir tahun 2024. Tapi seperti dikutip Reuters, negara yang menjadi pasar utama China tengah bergulat dengan bunga pinjaman yang lebih tinggi di tengah pertempuran untuk menurunkan inflasi yang melonjak. Kondisi yang sama juga dialami di Korea Selatan. Ekspor Korea Selatan ke China turun 25,1% pada Juli dari periode sama tahun sebelumnya. Ini menjadi penurunan terbesar dalam tiga bulan.
Baca Juga: Dolar AS Keok, Cadangan Devisa China Kian Membesar Tembus US$ 3,204 Triliun Pihak berwenang China sejatinya sudah berusaha keras untuk meningkatkan konsumsi domestik tanpa terlalu banyak melonggarkan kebijakan moneter agar tidak memicu arus keluar modal yang besar.
Tapi impor China masih menyusut sebesar 5,0% di Juli. Meski memang angka ini jauh lebih baik setelah pada Juni 2023 turun sebesar 6,8%. Reuters menyebut ini mencerminkan permintaan domestik yang sedikit membaik. Estimasi median dalam jajak pendapat juga menunjukkan surplus perdagangan China akan mencapai US$ 70,60 miliar, stagnan dari Juni 2023 di US$ 70,62 miliar. Data perdagangan China akan dirilis secara resmi pada Selasa (8/8).
Baca Juga: JIP Tender Offer Saham Toshiba dengan Total Nilai US$ 14 Miliar Editor: Avanty Nurdiana