KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan sedang melakukan penyempurnaan terhadap POJK Nomor 18/POJK.03/2017 tentang Pelaporan dan Permintaan Informasi Debitur Melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK). Penyempurnaan aturan itu akan mewajibkan penyelenggara fintech peer to peer (P2P) lending untuk menjadi pelapor SLIK. Artinya, data fintech lending akan masuk SLIK. Director of Corporate Communication Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Andrisyah Tauladan menyambut baik adanya inisiatif data fintech lending masuk ke dalam SLIK. "Sebab, melalui cara itu, industri akan makin sehat. Tentunya dengan masuk SLIK, dari sisi pengelolaan risiko maupun potensi kolaborasi dengan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) lain akan meningkat," ungkapnya kepada Kontan, Jumat (17/5).
Andrisyah juga mengatakan cara tersebut diharapkan menjadi salah satu pendekatan yang efektif dalam meningkatkan keberlangsungan industri fintech lending dan meningkatkan perlindungan masyarakat.
Baca Juga: POJK Konglomerasi Keuangan Diperluas, Ini Kata Pengamat Hingga Fintech P2P Lending Selain data fintech lending masuk ke SLIK, Andrisyah berpendapat ada berbagai cara lain yang telah dilakukan fintech lending untuk meminimalisir potensi gagal bayar. Salah satunya dengan melakukan mitigasi risiko yang ketat, seperti inovasi teknologi, kolaborasi dengan pihak ketiga seperti biro kredit, dan lainnya. "Tentunya peningkatan kualitas SDM di industri juga terus difokuskan. Training dan sertifikasi selalu dilakukan kami, serta meningkatkan kualitas SDM untuk menjamin bahwa industri fintech lending memiliki orang-orang yang andal dan kompeten," kata Andrisyah. Sementara itu, perusahaan fintech lending juga menyambut baik adanya penyempurnaan aturan tersebut. Salah satunya perusahaan fintech lending BantuSaku. Direktur Utama BantuSaku Arnoldyth Rodes Medo menilai inovasi tersebut dapat memberikan dampak positif bagi pelaku industri Fintech sebagai salah satu cara untuk memperbaiki kesehatan pinjaman. "Sebab, dengan data peminjam masuk data SLIK, akan memberikan penilaian tambahan bagi fintech dalam menentukan penyaluran pinjaman," ungkapnya kepada Kontan. Arnoldyth mengatakan fintech hanya akan melakukan penyaluran pinjaman kepada calon peminjam dengan histori pinjaman yang baik untuk meminimalisir gagal bayar dari peminjam. Selain itu, cara tersebut juga memberikan peringatan bagi calon borrower dan borrower existing untuk lebih peduli dengan pinjaman yang dilakukan untuk tetap menjaga skor kredit tetap lancar. Menurutnya, dengan adanya aturan data fintech lending masuk SLIK, diharapkan dapat menjadi salah satu faktor yang mendukung turunnya angka tingkat wanprestasi atau TWP90 industri. "Namun, tentunya para pelaku usaha tidak dapat sepenuhnya bergantung pada cara itu saja untuk menurunkan TWP90," ujarnya.
Baca Juga: Data Fintech Lending akan Wajib Masuk Sistem Layanan Informasi Keuangan Arnoldyth menerangkan pelaku industri dapat meningkatkan mitigasi risiko yang dilakukan secara internal baik dengan bekerja sama dengan pihak ketiga yang kredibel dan juga meningkatkan batasan nilai pengguna yang dapat melakukan pinjaman untuk mencegah meningkatnya angka TWP90. Selain itu, dia bilang BantuSaku juga harus prudent dalam proses user acquisition dengan terus memperhatikan kelayakan dan kemampuan calon borrower untuk memenuhi kewajiban pembayaran pendanaan. Adapun hal yang perlu diperhatikan, yaitu watak (character) dan kemampuan membayar kembali (repayment capacity). "Selain itu, penyelenggara dapat memperhatikan aspek lainnya, seperti modal, prospek ekonomi, atau objek jaminan (collateral) apabila ada," ungkapnya. Selain meningkatkan mitigasi risiko, Arnoldyth menyebut perlu adanya update teknologi, yaitu terus mengembangkan machine learning yang andal pada proses user acquisition. Dia bilang pelaku usaha juga perlu untuk melakukan penilaian kembali untuk brrower existing secara berkala guna mengetahui credit scoring terbaru pada borrower tersebut. "Hal itu dilakukan untuk mencegah adanya pemberian kredit yang berlebihan secara bersamaan dari beberapa pelaku usaha sejenis yang dapat menyebabkan risiko gagal bayar tinggi," katanya. Berdasarkan situs resmi perusahaan, tingkat TWP90 BantuSaku berada di angka 0%. Adapun nilai penyaluran pinjaman tahun ini sebesar Rp 3,77 triliun. PT Akselerasi Usaha Indonesia atau Akseleran juga menyambut baik adanya rencana tersebut. CEO & Co-Founder Akseleran Ivan Nikolas Tambunan mengatakan SLIK bisa membantu perusahaan fintech dan industri keuangan secara umum. Untuk fintech lending, dia bilang perusahaan bisa melihat data
credit history real time calon
borrower di semua lembaga keuangan. "Dengan demikian, kalau mereka gagal bayar, mereka tidak bisa pinjam di tempat lain. Jadi, hal itu menjadi hukuman bagi mereka kalau tidak bayar," katanya. Dari sisi industri keuangan secara umum, Ivan menyebut perusahaan juga bisa melihat kalau calon
borrower mereka, sudah punya pinjaman di fintech lending. Jadi, bisa masuk ke asesmen mereka juga dan bisa mengetahui kalau si borrower sudah pinjam terlalu banyak atau tidak. Dari sisi
borrower juga bisa bagus dampaknya, dia menerangkan kalau mereka awalnya meminjam di fintech lending, mereka bisa membangun
track record peminjaman yang baik. Dengan demikian, mereka mau pinjam ke perbankan bisa terlihat
track record baik tersebut dan mereka juga menjadi lebih
bankable. Baca Juga: Industri Fintech Lending Catat Rugi Rp 27,30 Miliar pada Maret 2024 Ivan juga menyampaikan penyaluran Akseleran sampai akhir April hampir Rp 1 triliun. Adapun TWP90 perusahaan saat ini berada di level 0,21%. Di sisi lain, Pengamat sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda berpendapat aturan itu akan sangat berguna apabila perusahaan fintech lending juga bisa menggunakan data SLIK dalam credit scoring.
"Hal itu sangat penting karena bisa jadi orang yang masuk ke fintech lending adalah orang yang buruk dalam kredit perbankan, termasuk gagal bayar kartu kredit dan masuk ke fintech lending. Jika fintech lending bisa menggunakan data slik untuk
credit scoring mereka, saya rasa kualitas peminjam akan meningkat dan Non Performing Loan (NPL) fintech lending akan turun," kata Nailul kepada Kontan. Meskipun demikian, Nailul beranggapan data SLIK bukan merupakan data utama, melainkan data penunjang. Jadi, kata dia, ketika punya catatan buruk terkait kartu kredit, otomatis akan mengurangi
credit scoring masyarakat di fintech lending. Selain itu, untuk melindungi lender, Nailul berpendapat keberadaan asuransi lender juga perlu didorong, begitu juga dengan keberadaan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi