JAKARTA. Putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) yang memerintahkan pemerintah membuka daftar perusahaan pemegang hak guna usaha (HGU) lahan kelapa sawit ke publik, menimbulkan pro dan kontra berbagai pihak. Pro kontra timbul setelah MA memerintahkan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk membuka daftar pemegang HGU lahan kelapa sawit. Putusan itu diambil karena data HGU kebun sawit bukan termasuk objek yang dilindungi dalam Undang-Undang (UU) Kerahasiaan Negara. Putusan MA ini sekaligus menguatkan putusan Komisi Informasi Pusat (KIP) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Sebelumnya dua lembaga itu memerintahkan pemerintah membuka daftar pemegang HGU hutan yang selama ini digunakan oleh perusahaan kelapa sawit.
Managing Director Sustainability & Strategic Stakeholder Engagement Golden Agri-Resources (GAR) Agus Purnomo bilang, perusahaannya tunduk pada keputusan yang akan diambil pemerintah soal HGU ini. Namun ia mengingatkan bahwa publikasi data HGU bakal memiliki dampak yang cukup luas terhadap masyarakat. " "Kami khawatir publikasi data HGU ini menambah kericuhan dan kehebohan di dalam negeri terkait masalah lahan," ujarnya kepada KONTAN, Kamis (6/4). Agus beralasan selama ini data HGU perusahaan kelapa sawit dimiliki beberapa lembaga pemerintah seperti BPN, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Pemerintah Daerah dan Kementerian Pertanian (Kemtan), dalam beragam versi dan tidak sama. Alhasil, ia bilang agar data HGU yang akan dirilis pemerintah harus dijadikan satu versi yang jelas dan akurat sehingga tak menimbulkan kegaduhan baru. Ia mengaku tidak khawatir data-data HGU itu akan dimanfaatkan pihak asing untuk menyerang sawit Indonesia. Pasalnya hal itu sudah menyangkut masalah dalam negeri Indonesia. Menjaga keamanan Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Fadhil Hasan menambahkan, publikasi data HGU perusahaan sawit merupakan kewenangan pemerintah. Ia menilai selama ini pemerintah tidak berani membuka data itu bukan karena tak transparan atau ada yang coba dirahasiakan, melainkan karena melindungi keamanan nasional. Sebab menurutnya membuka data HGU sama seperti sedang menelanjangi Indonesia. "Jadi ini kan berbahaya bagi ekonomi dan keamanan kita juga," terangnya. Atas putusan ini Sekretaris Jenderal Kementerian ATR/BPN Noor Marzuki mengaku akan mempelajari lebih dahulu tentang putusan MA ini."Pada dasarnya kami mendukung adanya keterbukaan informasi itu. Namun, harus dilihat lebih dulu kepentingannya, untuk apa informasi tersebut," ungkapnya.
Noor menjelaskan jika tidak ada kepentingan apapun, sebaiknya informasi penting seperti data HGU yang notabene aset perusahaan tidak dibeberkan sembarangan. Ia mengaku khawatir ada oknum tertentu yang menyalahgunakan informasi tersebut. "Kami juga punya tanggung jawab untuk menjaga stabilitas investasi di Indonesia. Dimana-mana investasi punya ranah privasi, apalagi soal aset," terang Noor. Peneliti Center for International Forestry Research (Cifor) Herry Purnomo menjelaskan, adanya kewajiban pemerintah untuk membuka daftar HGU justru akan memperbaiki sistem bisnis sawit di Indonesia. "Sawit ini bermata dua. Di satu sisi jika dikelola memberi keuntungan bagi banyak orang, namun jika salah dikelola akan memiliki dampak negatif," ujarnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dupla Kartini