Data impor sempat kerek harga nikel



JAKARTA. Harga nikel sempat terangkat, karena laporan lonjakan impor nikel China sepanjang tahun lalu. Namun, menjelang pengumuman hasil pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC), harga kembali terkikis.

Mengutip Bloomberg, Rabu (27/1), harga nikel kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange (LME) tergerus 0,3% menjadi US$ 8.645 per metrik ton. Namun dalam sepekan ini, nikel menanjak 1,11%.

Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan, harga nikel mulai melemah menjelang pengumuman FOMC pada Kamis dini hari (28/1). Muncul isu, The Fed negara bagian akan mendukung pengetatan kebijakan ekonomi AS.


Hal ini dapat memicu mata uang dollar AS semakin bertenaga. Efeknya buruk bagi nikel yang diperdagangkan dalam USD. "Nikel juga mengikuti harga minyak yang kembali turun ke dekat US$ 30 per barel," paparnya.

Padahal, hari sebelumnya harga nikel sempat terangkat 1,4% karena data kenaikan impor China. Bulan Desember 2015, impor nikel olahan China melesat lebih dari enam kali lipat, dibandingkan sebulan sebelumnya menjadi 34.506 ton.

Sedangkan sepanjang 2015, impor nikel olahan melonjak 125% menjadi 292.095 ton. Kenaikan impor dipicu melemahnya harga nikel hingga ke level terendah dalam 12 tahun pada November 2015. Importir kemudian memanfaatkannya dengan membeli di harga murah.

Hingga kuartal II-2016, Ibrahim melihat, peluang pelemahan harga nikel masih terbuka lebar di tengah isu perlambatan ekonomi. Akhir tahun lalu, produsen nikel sepakat memangkas produksi hingga 20% mulai tahun 2016, sebagai respons atas pelemahan harga.

Salah satu produsen nikel terbesar, GMK Norilsk Nickel kembali menyatakan, jika perlu memangkas minimal 30%. Menurut Norilsk, kapasitas industri sekitar 70% tak menguntungkan dalam situasi saat ini.

Ibrahim menilai, pemangkasan produksi belum tentu memberi dampak positif bagi harga. Pada saat bersamaan, permintaan nikel tetap melambat. Padahal pemangkasan produksi berisiko pada pemutusan hubungan kerja (PHK).

Imbasnya, tentu buruk bagi perekonomian. Namun demikian, ada pelonggaran ekonomi terutama dari China diharapkan memberi sentimen positif harga nikel hingga akhir tahun. Salah satunya upaya Bank Sentral Jepang (BoJ) melakukan pelonggaran kuantitatif mulai Maret 2016.

Demikian juga dengan Bank Sentral China (PBoC) yang terus memberikan stimulus ekonomi setelah melihat angka pertumbuhan ekonomi Tiongkok kuartal IV-2015 hanya 6,8%. Secara teknikal, harga nikel berpeluang melemah dalam jangka pendek.

Bollinger band dan moving average (MA) 20% di atas bollinger bawah. Lalu stochastic dan moving average convergence divergence (MACD) 60% negatif dengan relative strength index (RSI) 60% positif.

Ibrahim memprediksi, harga nikel Kamis (28/1) di US$ 8.630-US$ 8.655 dan US$ 8.580-US$ 8.667 per metrik ton sepekan ke depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie