JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mengubah format penghitungan kredit usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Perubahan ini bertujuan agar penyajian data kredit UMKM lebih akurat alias benar-benar mencerminkan kredit produktif. Selama ini, pencatatannya agak rancu karena bank juga memasukkan kredit konsumsi, seperti kredit tanpa agunan (KTA) dalam kredit UMKM.Selama Januari 2011 lalu, penyaluran kredit ke segmen UMKM mencapai Rp 920,083 triliun. Dari jumlah yang kelihatan wah itu, kredit yang mengalir ke sektor UMKM hanya sebesar Rp 360,673 triliun. "Bukan karena kesalahan bank. Memang karena format laporannya sejak dulu seperti itu," kata dia.Direktur Kredit, BPR, dan UMKM BI Edy Setiadi menjelaskan, kebijakan ini bertujuan memacu pertumbuhan kredit ke pengusaha kecil. "Kami juga menyiapkan cara untuk mendorong kredit produktif," kata dia.Setelah mengetahui detail penyaluran kredit, BI akan memeriksa setiap bank. Jika kredit konsumtif kelewat besar, bank sentral akan menyarankan bank lebih deras mengalirkan dana ke sektor riil. Edy menjelaskan, ini bukan berarti membatasi bank menyalurkan kredit konsumsi, sambil memaksa meningkatkan kredit produktif.Saat ini kategori kredit UMKM tidak lagi berdasarkan besaran plafon, yakni maksimal Rp 5 miliar untuk menengah. Kategori UMKM mengacu UU Nomor 20/2008 tentang UMKM. Kategori baru ini menggunakan parameter skala usaha (penjualan) dan kekayaan bersih usaha debitur.Definisi pengusaha mikro berlaku bagi usaha yang kekayaan bersihnya kurang dari Rp 50 juta, tapi penjualannya kurang dari Rp 300 juta per tahun. Usaha kecil kekayaannya di atas Rp 50 juta – Rp 500 juta atau hasil penjualannya di atas Rp 300 juta - Rp 2,5 miliar. Sementara kategori menengah, kekayaan bersihnya Rp 500 juta – Rp 10 miliar atau hasil penjualan per tahun di atas Rp 2,5 miliar sampai Rp 50 miliar.Cara ini juga membuat penyaluran kredit semakin akurat, sehingga kualitasnya lebih terjaga. Jadi, debitur yang skala usaha atau penjualan per tahun hanya Rp 2,5 miliar, tidak boleh menerima kredit skala menengah. BI akan mengontrol melalui laporan bulanan bank. Dijamin, bank tidak lagi memasukkan KTA dalam kredit UMKM. Jadi, tak ada pengusaha kecil yang menerima kredit di luar batas kemampuannya. "Karena dalam form pelaporan bank menjelaskan seluruh profil debitur, baik kekayaan bersih maupun skala usahanya," terang Edy.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Data kredit UMKM menjadi lebih akurat
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mengubah format penghitungan kredit usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Perubahan ini bertujuan agar penyajian data kredit UMKM lebih akurat alias benar-benar mencerminkan kredit produktif. Selama ini, pencatatannya agak rancu karena bank juga memasukkan kredit konsumsi, seperti kredit tanpa agunan (KTA) dalam kredit UMKM.Selama Januari 2011 lalu, penyaluran kredit ke segmen UMKM mencapai Rp 920,083 triliun. Dari jumlah yang kelihatan wah itu, kredit yang mengalir ke sektor UMKM hanya sebesar Rp 360,673 triliun. "Bukan karena kesalahan bank. Memang karena format laporannya sejak dulu seperti itu," kata dia.Direktur Kredit, BPR, dan UMKM BI Edy Setiadi menjelaskan, kebijakan ini bertujuan memacu pertumbuhan kredit ke pengusaha kecil. "Kami juga menyiapkan cara untuk mendorong kredit produktif," kata dia.Setelah mengetahui detail penyaluran kredit, BI akan memeriksa setiap bank. Jika kredit konsumtif kelewat besar, bank sentral akan menyarankan bank lebih deras mengalirkan dana ke sektor riil. Edy menjelaskan, ini bukan berarti membatasi bank menyalurkan kredit konsumsi, sambil memaksa meningkatkan kredit produktif.Saat ini kategori kredit UMKM tidak lagi berdasarkan besaran plafon, yakni maksimal Rp 5 miliar untuk menengah. Kategori UMKM mengacu UU Nomor 20/2008 tentang UMKM. Kategori baru ini menggunakan parameter skala usaha (penjualan) dan kekayaan bersih usaha debitur.Definisi pengusaha mikro berlaku bagi usaha yang kekayaan bersihnya kurang dari Rp 50 juta, tapi penjualannya kurang dari Rp 300 juta per tahun. Usaha kecil kekayaannya di atas Rp 50 juta – Rp 500 juta atau hasil penjualannya di atas Rp 300 juta - Rp 2,5 miliar. Sementara kategori menengah, kekayaan bersihnya Rp 500 juta – Rp 10 miliar atau hasil penjualan per tahun di atas Rp 2,5 miliar sampai Rp 50 miliar.Cara ini juga membuat penyaluran kredit semakin akurat, sehingga kualitasnya lebih terjaga. Jadi, debitur yang skala usaha atau penjualan per tahun hanya Rp 2,5 miliar, tidak boleh menerima kredit skala menengah. BI akan mengontrol melalui laporan bulanan bank. Dijamin, bank tidak lagi memasukkan KTA dalam kredit UMKM. Jadi, tak ada pengusaha kecil yang menerima kredit di luar batas kemampuannya. "Karena dalam form pelaporan bank menjelaskan seluruh profil debitur, baik kekayaan bersih maupun skala usahanya," terang Edy.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News