Data manufaktur China menggerus logam industri



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga komoditas logam industri kompak memerah pada Rabu (31/1). Walaupun indeks dollar Amerika Serikat (AS) tengah menunjukkan tren pelemahan, tetapi harga logam industri belum mampu beranjak naik. Analis memperkirakan kondisi ini akan berlanjut hingga akhir pekan nanti.

Mengutip Blommberg, pada penutupan perdagangan Selasa (30/1), harga timah kontrak pengiriman tiga bulanan di London Metal Exchange (LME) melemah 1,37% ke level US$ 21.925 per ons troi. Pada hari yang sama, tembaga kontrak pengiriman tiga bulanan di London Metal Exchange (LME) turun 0,49% menjadi US$ 7.050 per ons troi.

Kemudian nikel kontrak pengiriman tiga bulanan di London Metal Exchange (LME) tergerus 3,3% ke level US$ 13.350 per metrik ton. Sedangkan, aluminium kontrak pengiriman tiga bulanan melemah di London Metal Exchange (LME) turun 0,49% menjadi US$ 2.207 per metrik ton.


Andri Hardianto, analis PT Asia Tradepoint Futures mengatakan, penyebab koreksi harga karena rilis data manufaktur China bulan Desember yang meleset dari ekspektasi. China Federation of Logistics and Purchasing melaporkan manufaktur bulan Desember terkoreksi menjadi 51,3 dari bulan November 51,6. Padahal awalnya data ini diperkirakan naik ke level 51,5.

"Data ini yang menentukan aktivitas manufaktur global karena China menguasai 50% perdagangan logam industri," paparnya.

Menurut Andri, karena itu juga kejatuhan indeks dollar AS yang menyentuh level terendah sejak tahun 2014, sama sekali tak berpengaruh bagi pergerakan harga. Kali ini komoditas tak bisa memanfaatkan kejatuhan dollar.

"Kalaupun nanti malam hasil rapat The Fed bernada dovish itu juga tak berpengaruh," imbuhnya.

Dalam perkiraan Andri, meskipun rebound, pekan depan harga komoditas logam industri cenderung bergerak sideways. Pasar kemungkinan akan lebih menahan diri hingga libur tahun baru Imlek rampung. Setelah itu aktivitas perdagangan baru akan kembali normal.

Meski dirundung sentimen negatif, tetapi Andri masih melihat kondisi fundamental beberapa komoditas masih mampu menahan pelemahan. Dari sisi pasokan nikel masih dalam kondisi defisit, karena belum pulihnya produksi di Filipina. Kemudian permintaan tembaga dan aluminium juga terus menunjukkan tren peningkatan.

"Yang bisa mengembalikan harga logam industri hanya data sektor otomotif atau rilis data manufaktur bulan depan," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini