Data PDB China dan stimulus ECB jadi fokus di Asia



SINGAPURA. Pasar finansial di Asia akan menghadapi lebih banyak volatilitas pada pekan ini. Pasalnya, minggu ini, sejumlah negara akan merilis sejumlah data ekonomi dan menentukan kebijakan moneter.

Pertama adalah data Produk Domestik Bruto China yang rencananya akan dirilis pada Selasa (20/1). Hasil polling Reuters menunjukkan, pertumbuhan ekonomi China akan melambat ke level 7,2% pada periode Oktober-Desember 2014 dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Ini merupakan yang terlambat sejak kuartal pertama 2009.

Selain data PDB, China juga akan merilis data penjualan ritel, fixed asset investment, dan data produksi industri untuk bulan Desember.


"Perekonomian China akan terus melambat pada kuartal empat karena anjloknya penjualan properti. Di tengah perekonomian yang rapuh, pertumbuhan tahun ini sepertinya akan berada di bawah target pemerintah," demikian analisa Moody's.

Selain China, pelaku pasar di Asia juga akan memperhatikan kebijakan bank sentral Eropa. Pada Kamis (22/1) mendatang, ECB akan menggelar rapat yang akan menentukan kebijakan mengenai pembelian obligasi atau quantitative easing untuk mengerek kembali perekonomian.

Pertemuan ini menyusul dua keputusan mengejutkan Bank Nasional Swiss (SNB) pada pekan lalu. Pertama, Swiss mencabut batas bawah nilai tukar 1,20 franc per euro, setelah tiga tahun memakai strategi tersebut agar tak terseret krisis zona euro. Kedua, SNB menurunkan bunga simpanan menjadi minus 0,75% dari sebelumnya minus 0,25% untuk menahan arus deras dana masuk karena kemerosotan euro dan rubel.

Namun, analis berpendapat, keputusan SNB tidak akan mengubah rencana quantitative easing ECB.

"Saya rasa keputusan SNB tidak akan berdampak pada keputusan Mario Draghi (Gubernur eCB). Fokusnya terletak pada penurunan tingkat inflasi domestik dan kebutuhan untuk mendongkrak sektor swasta setelah sekian lama mengalami kontraksi," jelas Chris Probyn, Chief Economist State Street Global Advisors.

Sementara itu, Bank of Japan juga akan menggelar rapat selama dua hari yang dimulai Selasa (20/1) dan sepertinya akan tetap mempertahankan kebijakan moneter stimulus yang besar.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie