Data persediaan AS naik, harga minyak melorot



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak mentah melemah pada Rabu (12/11) melanjutkan pelemahan Selasa malam yang dipicu data persediaan minyak mentah American Petroleum Institute (API) semalam.

Pukul 17.30 WIB, harga minyak jenis west texas intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli 2019 di New York Mercantile Exchange ada di US$ 51,94 per barel, turun 2,49% dibanding sehari sebelumnya yang ada di US$ 53,27 per barel.

Laporan API mencatat peningkatan cadangan persediaan minyak mentah Amerika Serikat (AS) sebesar 4,9 juta barel di minggu lalu, jauh di atas ekspektasi turun 481.000 barel.


Analis Global Capital Investama Alwi Assegaf menganggap laporan API menandakan bahwa pasokan minyak melambung di tengah permintaan yang merosot. Perang dagang Amerika Serikat (AS)-China jadi salah satu batu sandungan proyeksi pelemahan ekonomi global. 

“Perang dagang buat ekonomi global turun, sehingga daya beli pasar minyak terkikis,” kata Alwi kepada Kontan.co.id, Rabu (12/6).

Apalagi peran China sebagai importir minyak cukup menentukan fluktuasi harga. Artinya ketika ekonomi negeri Panda melempem mau tidak mau permintaan minyak berkurang.

Namun, sentimen komoditas energi ini selalu tarik ulur. Dalam jangka panjang stabilitas harga minyak masih bisa naik seiring dengan program pemangkasan produksi minyak oleh Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) dan Rusia. "OPEC tidak akan tinggal diam jika harga minyak terlampau rendah," tutur Alwi.

Dikabarkan OPEC dan Rusia akan kembali bertemu pada akhir bulan Juni atau awal bulan Juli untuk membahas kebijakan batas produksi hingga akhir tahun 2019. Dalam pertemuan ini, OPEC terlihat akan tetap melanjutkan pemangkasan produksi hingga akhir tahun namun di tengah optimisme tersebut Rusia sepertinya belum memutuskan untuk turut dalam program pemangkasan tersebut.

Sinyal tersebut datang setelah Menteri Energi Rusia mengatakan bahwa mereka akan memantau perkembangan pasar sebelum mengambil peran serupa dengan OPEC. 

Bila dilihat kebijakan OPEC ini mampu menopang laju harga minyak lebih dari 40% pada tahun ini hingga bulan April lalu. Sebagai catatan OPEC beserta sekutunya Rusia sepakat untuk memangkas produksi hingga 1,2 juta barel per hari selama paruh pertama tahun ini. Sedangkan untuk hari ini dorongan yang masih membantu harga minyak kembali di jalur hijau adalah kebijakan Trump membatalkan tarif impor kepada Meksiko. 

Sementara, pasar masih menantikan data resmi persediaan minyak mentah Energy Information Administration (EIA) Amerika yang akan dirilis jam 21.30 WIB malam nanti. 

Ekspektasi EIA bahwa cadangan persediaan minyak mentah AS menyusut 1 juta barel di minggu lalu, yang dapat memicu penguatan harga minyak rebound.

Secara teknikal Alwi mengamati harga minyak kemungkinan masih tertekan pada perdagangan selanjutnya dengan melihat indikator moving average (MA) 5 dan MA 10 bergerak di bawah garis dan berpotensi melanjutkan bearish. Selanjutnya, stochastic berada di ranah cross over meski masuk area oversold.

Kemudian indikator moving average convergance divergence (MACD) berada di area negatif menunjukkan potensi sell yang kuat dan belum ada tanda-tanda positif. Namun, indikator relative strength index (RSI) sudah mulai over sold, mengindikasikan rebound.

Alwi meramal pada perdagangan besok Kamis (13/6) harga minyak bakal berkutat di rentang US$ 50,63-US$ 54,19 per barel dengan potensi rebound. Dalam sepekan ke depan harga minyak diproyeksi masih dalam tren turun di kisaran US$ 46,09-US$ 56,66 per barel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi