JAKARTA. Kebijakan penghapusan sanksi administrasi pajak atau yang dikenal dengan reinventing policy belum ampuh mendongkrak penerimaan pajak. Sampai paruh pertama tahun ini, kebijakan itu hanya berhasil meraup penerimaan pajak sebesar Rp 30 triliun. Angka Rp 30 triliun ini merupakan penerimaan total dari sistem sukarela (voluntary) dan wajib (mandatory) dari kebijakan reinventing policy. Alhasil, dari target Rp 200 triliun di akhir tahun, realisasi target tersebut baru 15%. Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Sigit Priadi Pramudito mengakui minimnya hasil yang didapat dari reinventing policy. Dia beralasan, walau telah memiliki data-data wajib pajak sebagai pembanding Surat Pemberitahuan (SPT) pajak, namun banyak data tidak valid, sehingga wajib pajak tidak mengakui data tersebut. "Hanya 7,4% dari data itu yang bisa kami manfaatkan untuk reinventing policy," katanya, Kamis (30/7).
Data tidak valid, penerimaan pajak memble
JAKARTA. Kebijakan penghapusan sanksi administrasi pajak atau yang dikenal dengan reinventing policy belum ampuh mendongkrak penerimaan pajak. Sampai paruh pertama tahun ini, kebijakan itu hanya berhasil meraup penerimaan pajak sebesar Rp 30 triliun. Angka Rp 30 triliun ini merupakan penerimaan total dari sistem sukarela (voluntary) dan wajib (mandatory) dari kebijakan reinventing policy. Alhasil, dari target Rp 200 triliun di akhir tahun, realisasi target tersebut baru 15%. Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Sigit Priadi Pramudito mengakui minimnya hasil yang didapat dari reinventing policy. Dia beralasan, walau telah memiliki data-data wajib pajak sebagai pembanding Surat Pemberitahuan (SPT) pajak, namun banyak data tidak valid, sehingga wajib pajak tidak mengakui data tersebut. "Hanya 7,4% dari data itu yang bisa kami manfaatkan untuk reinventing policy," katanya, Kamis (30/7).