Daya beli melemah, bagaimana bisnis kartu kredit?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Daya beli konsumen tahun ini sedikit melemah. Diperkirakan ini akan berdampak pada beberapa bisnis terkait dengan konsumsi seperti kartu kredit.

Beberapa bankir menyebut, daya beli yang lemah akan mempengaruhi bisnis kartu kredit. Hal ini karena kartu kredit erat kaitannya dengan transaksi dan belanja.

Anggoro Eko Cahyo, Direktur Bisnis Konsumer PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) mengatakan daya beli konsumen yang rendah akan mempengaruhi bisnis kartu kredit.


"Namun kami akan mengimbangi dengan program yang menaik agar transaksi tetap terjaga," ujar Anggoro kepada KONTAN, Rabu (17/8).

Santoso Liem, Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) juga mengakui bahwa daya beli akan mempengaruhi bisnis kartu kredit.

"Kami melihat (daya beli) kelas menengah bawah sedikit mengalami penurunan," ujar Santoso kepada KONTAN, Rabu (17/8).

Secara industri, Santoso mengatakan pertumbuhan pengguna kartu kredit juga mengalami penurunan.

Meskipun terjadi penurunan daya beli pada kelas menengah bawah, daya beli segmen masyarakat atas masih cukup baik.

Untuk meningkatkan bisnis kartu kredit, BCA mengaku akan leih mencoba memahami harapan dan perilaku nasabah.

Sejauh ini, Santoso masih optimis bisnis kartu kredit semester II akan lebih baik dibandingkan dengan semester I. Bank berkode saham BBCA saat ini sedang mengamati bagaimana perkembangan pasar kartu kredit.

Sampai semester I 2017, BCA mencatat volume transaksi kartu kredit naik 12%-13%. Dengan pertumbuhan jumlah nasabah sebesar 9%.

Untuk realisasi kredit dari bisnis ini juga naik 18% secara tahunan atau year on year (yoy). NPL kartu kredit terjaga dibawah 2%.

Menurut Santoso, pada semester II, BCA melihat kebutuhan belanja masyarakat akan sedikit naik.

Sebagai gambaran, secara industri perbankan, sampai Mei 2017, pertumbuhan volume transksi kartu kredit sebesar 10,25% yoy menjadi 28,44 juta transaksi.

Sedangkan pertumbuhan nilai transaksi kartu kredit sebesar 8,69% secara yoy menjadi Rp 25,8 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia