Daya beli rendah, emiten ini masih layak menyandang status saham defensif



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Daya beli yang lemah kemungkinan masih akan bertahan selama masa liburan Idul Fitri. Sejatinya pelemahan daya beli menurut Kevie Aditya dan Elbert Setiadharma analis Indo Premier Sekuritas sudah terjadi sejak awal tahun ini. 

Kondisi ini kian memburuk setelah penyebaran virus corona Covid 19 dan dimulainya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pada bulan Maret 2020. Penurunan bisnis membuat pemutusan hubungan tenaga kerja (PHK) tidak bisa dihindarkan. "Akibatnya, pemulihan daya beli terutama di segmen bawah kemungkinan bertahap dan tidak akan langsung," jelas Kevie dan Elbert dalam riset Rabu (13/5). 

Padahal biasanya di libur Idul Fitri, konsumen di Indonesia lebih banyak berbelanja. Tapi saat ini sepertinya tidak akan terjadi. "Ini terbukti dari penjualan daging yang sangat lemah," tutur Kevie dan Elbert. 


Baca Juga: Rekomendasi saham-saham pilihan saat ekonomi Indonesia makin sulit

Sejatinya pada Maret 2020, terjadi lonjakan penjualan fast moving consumer goods (FMCG). Kevie dan Elbert memperkirakan, peningkatan tersebut karena panik beli pada kelas menengah atas. Sehingga kemungkinan kondisi tersebut tidak akan terjadi lagi di bulan ini. "Seiring dengan panik beli beberapa produk terutama produk kesehatan meningkat tapi kini sudah mulai normal," kata keduanya.   

Indo Premier memperkirakan, pertumbuhan penjualan FMCG akan sedikit menurun dari kuartal II hingga seterusnya. Para peritel makanan dan minuman serta pakaian telah menderita sejak awal tahun ini. Pada fase ini, layanan takeaway dan delivery menggunakan jasa agregator online (Gojek, Grab dan Tokopedia) tidak mampu membantu penjualan seperti normal. Pemain ritel makanan dan minuman hanya mampu memenuhi 30%-35% dari penjualan mereka. 

Saat ini, pemerintah tengah mendiskusikan untuk pelonggaran peraturan PSBB dengan pembukaan mal. Tapi hal tersebut belum akan banyak membantu. Pasalnya, kelas menengah ke atas masih enggan meninggalkan rumah. Sementara segmen menengah ke bawah berjuang secara finansial. 

Baca Juga: Berikut bisnis manufaktur yang punya prospek cerah menurut analis

Yang kian memperburuk kondisi adalah, operator mal juga enggan memberikan diskon besar kepada peritel karena operator mal juga menanggung biaya pajak bumi dan bangunan dan biaya listrik tetap. "Diskon pajak dari pemerintah akan menjadi cara paling efektif untuk meringankan beban sebagian besar bisnis," terang Kevie dan Elbert. 

Meski bisnis peritel dan produsen makanan minuman berat. Indo Premier masih menyebut saham seperti PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI), PT Ace Hardware Tbk (ACES) sebagai saham defensif. Sementara saham peritel kelas menengah bawah seperti PT Matahari Departement Store Tbk (LPPF) dan PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) sangat murah. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Avanty Nurdiana