JAKARTA. Sepanjang tiga bulan pertama tahun 2015, kinerja sektor barang konsumen atau
consumer goods tumbuh tipis. Beberapa emiten menujukkan perlambatan yang cukup signifikan. Ini seiring perlambatan ekonomi yang menekan daya beli masyakat dan pelemahan nilai tukar. Performa terbaik ditunjukkan oleh PT Mayora Indah Tbk (
MYOR) yang mencatatkan pertumbuhan laba bersih 128% secara
year on year (yoy). Namun pertumbuhan ini bukan lantaran kenaikan penjualan tapi karena perseroan berhasil menekan beban. Penjulan MYOR malah turun 1,2%. Sementara kinerja paling rontok ditujukkan oleh PT Indofood Sukses Makmur Tbk (
INDF) dengan penurunan laba bersih 37% seiring dengan melorotnya penjualan perseroan. Lalu ada PT Gudang Garam Tbk (
GGRM) dengan penurunan laba bersih 9,5%.
Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee,melihat sepanjang kuartal I sektor consumer masih tumbuh meski tak sebaik tahun sebelumnya. Dia melihat secara umum penjualan sektor consumer masih mengalami pertumbuhan, hanya sedikit yang mengalami perlambatan seperti
INDF. “
INDF turun karena memiliki lini bisnis CPO yang harganya masih tertekan saja,” katanya pada KONTAN, Selasa (5/5). Menurut Hans, kinerja consumer sepanjang tiga bulan pertama ini hanya bisa tumbuh tipis akibat tekanan nilai tukar. Beban usaha yang ditanggung perseroan meningkat di tengah pelemahan rupiah karena sebagian bahan baku industri
consumer good merupakan produk impor. Penurunan daya beli masyarakat menurutnya tidak terlalu berdampak signifikan pada consumer karena ekonomi tidak sedang dalam masa krisis. Menurutnya perlambatan daya beli hanya karena BBM yang naik turun saja, sedangkan inflasi di kuartal I masih cukup rendah. “Kalau penurunan ini dampaknya lebih pada sektor properti dan otomotif saja,” jelas Hans. Ke depan, Hans menilai prospek sektor ini masih cukup bagus. Apalagi kata dia, kuartal II belanja infrastruktur pemerintah mulai terealisasi sehingga ekonomi akan semakin bertumbuh. Dengan meningkatnya belanja pemerintah maka di semester II kemungkinan investasi asing akan mulai masuk sehingga berdampak pada penguatan rupiah. Hans bilang, jika rupiah menguat maka BI
rate kemungkinan akan diturunkan sehingga daya beli masyarakat akan semakin meningkat. Selain itu, konsumsi di kuartal II juga tertopang oleh perayaan lebaran. Untuk konsumer, Hans merekomendasikan
buy untuk saham
ICBP dengan target harga 16.850,
AISA dengan target 2.120 dan
UNVR dengan target 45.000 Sementara Adrian Joozer, analis Mandiri sekuritas menilai pertumbuhan tipis sektor consumer terjadi karena perlambatan daya beli masyarakat. Dia bilang, perlambatan terbesar terutama terjadi di luar pulau jawa karena memiliki basis ekonomi komoditas. Sedangkan harga komoditas masih mengalami perlambatan. Sementara pengaruh penurunan nilai tukar menurutnya tidak terlalu berdampak karena hanya terjadi pada
low material dan
packaging. Tekanan kurs ini juga masih bisa diantisipasi dengan keniakan harga. Adrian melihat untuk jangka panjang ini malah positif karena kalau rupiah membaik harga barang justru tidak akan kembali turun.
Kendati sepanjang kuartal I hanya mampu tumbuh tipis, Adrian melihat prospek consumer ke depan masih cukup baik. Perlambatan ekonomi memang masih akan berlanjut hinga kuartal II, namun dia melihat daya beli masayarakat masih akan terjaga dengan adanya momen lebaran. Hanya saja, Adrian melihat pertumbuhan consumer kuartal II tidak akan sebaik pertumbuhan pada periode yang sama tahun lalu karena masih akan menghadapu tantangan perlambatan ekonomi dan harga BBM yang naik turun. Tantangan utama consumer menurutnya ke depan adalah perlambatan daya beli masayarakat. Namun, semester II dia melihat belanja pemerintah akan menjadi katalis bagi pertumbuhan sektor consumer. Sebab jika belanja pemerintah berjalan baik maka ekonomi akan terus bertumbuh. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Uji Agung Santosa