JAKARTA. Daya saing Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang konstruksi masih lemah. Deputi Bidang Usaha Infrastruktur dan Logistik Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Sumaryanto, mengatakan, kendala seperti permodalan dan tumpang tindih di bidang yang sama antar BUMN membuat kinerja BUMN di bidang properti tidak maksimal. Akibat keterbatasan modal, BUMN properti ini kerap mengambil kredit untuk menjalankan proyek dengan bunga perbankan yang mencekik leher. Sementara itu, tidak adanya spesialisasi layanan antar sesama BUMN properti membuat pengerjaan proyek menjadi tidak jelas. Masalah-masalah internal ini menjadi penghambat daya saing di tengah persaingan yang ketat, terutama dihadapkan dengan para kontraktor asing. "Untuk itu kita perlu dilakukan semacam ekstensifikasi pasar," ujarnya. Akibatnya, dari sembilan BUMN, terdapat satu BUMN yang telah pailit, yakni PT Istaka Karya karena kesulitan likuiditas. Namun, ada lima BUMN yang telah berperan memasuki pasar global, yakni PT Adhi Karya Tbk (ADHI), PT Wijaya Karya (WIKA), PT Pembangunan Perumahan, PT Waskita Karya, PT Hutama Karya,” tandasnya.Saat ini BUMN bidang konstruksi banyak mengandalkan proyek dari Kementerian Pekerjaan Umum (PU). Total pendapatan tiap tahun rata-rata tidak lebih dari Rp 30 triliun. Angka ini tidak berbeda jauh dengan anggaran di kementerian PU senilai Rp 37 triliun.Masih lemahnya daya saing BUMN bidang properti ini membuat sumbangan pajak dan dividen kepada pemerintah dirasa belum cukup maksimal. “Kontribusi pajak selama tiga tahun terakhir ini rata-rata Rp 3 triliun, dengan dividen senilai Rp 132 miliar,” ujarnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Daya saing BUMN properti lemah, sumbangan pajak ke pemerintah tidak maksimal
JAKARTA. Daya saing Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang konstruksi masih lemah. Deputi Bidang Usaha Infrastruktur dan Logistik Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Sumaryanto, mengatakan, kendala seperti permodalan dan tumpang tindih di bidang yang sama antar BUMN membuat kinerja BUMN di bidang properti tidak maksimal. Akibat keterbatasan modal, BUMN properti ini kerap mengambil kredit untuk menjalankan proyek dengan bunga perbankan yang mencekik leher. Sementara itu, tidak adanya spesialisasi layanan antar sesama BUMN properti membuat pengerjaan proyek menjadi tidak jelas. Masalah-masalah internal ini menjadi penghambat daya saing di tengah persaingan yang ketat, terutama dihadapkan dengan para kontraktor asing. "Untuk itu kita perlu dilakukan semacam ekstensifikasi pasar," ujarnya. Akibatnya, dari sembilan BUMN, terdapat satu BUMN yang telah pailit, yakni PT Istaka Karya karena kesulitan likuiditas. Namun, ada lima BUMN yang telah berperan memasuki pasar global, yakni PT Adhi Karya Tbk (ADHI), PT Wijaya Karya (WIKA), PT Pembangunan Perumahan, PT Waskita Karya, PT Hutama Karya,” tandasnya.Saat ini BUMN bidang konstruksi banyak mengandalkan proyek dari Kementerian Pekerjaan Umum (PU). Total pendapatan tiap tahun rata-rata tidak lebih dari Rp 30 triliun. Angka ini tidak berbeda jauh dengan anggaran di kementerian PU senilai Rp 37 triliun.Masih lemahnya daya saing BUMN bidang properti ini membuat sumbangan pajak dan dividen kepada pemerintah dirasa belum cukup maksimal. “Kontribusi pajak selama tiga tahun terakhir ini rata-rata Rp 3 triliun, dengan dividen senilai Rp 132 miliar,” ujarnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News