JAKARTA. Setelah pengumumanĀ
investment gradeĀ dari Standard and Poor's (S&P), Indonesia kembali mendapat berkah. Kali ini, sekolah bisnis internasional IMD, mengumumkan peringkat daya saing Indonesia membaik. Meski peringkat Indonesia masih kalah dibandingkan negara-negara tetangga di Asia Tenggara. Dalam The 2017 IMD World Competitiveness Yearbook, Indonesia menempati urutan 42 dalam daftar peringkat daya saing, naik enam tangga dari tahun 2016. Sebelumnya, peringkat daya saing Indonesia versi IMD melemah sejak tiga tahun lalu. Meski naik, daya saing Indonesia malah kalah dibandingkan dengan Filipina yang duduk di level 41, naik 1 tangga dari tahun 2016. Indonesia juga kalah jauh dengan Thailand di peringkat 27, Malaysia 24, dan Singapura nomor 4.
Penghitungan peringkat ini mencakup 63 negara. IMD menggunakan 260 indikator, seperti jumlah angkatan kerta, statistik perdagangan, hingga data survei terhadap 6.250 responden dari pelaku bisnis. Selain itu, IMD mengumumkan peringkat daya saing di sektor digital. Indonesia duduk di peringkat 59, naik 1 level dari tahun 2016. Negara tetangga Filipina duduk di peringkat 46, Thailand 39, Malaysia 24. Singapura malah berada di posisi puncak. Indonesia bersama Ukraina, Mongolia dan Peru merupakan urutan lima terbawah di peringkat daya saing sektor digital. "Negara-negara ini tidak hanya berperingkat terrendah dalam bakat, tapi mereka juga tidak berinvestasi untuk mengembangkan bakat yang dimiliki," ujar Arturo Bris, Direktur IMD World Competitiveness Center dalam keterangan tertulis. Terkait peningkatan peringkat daya saing, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia, Hariyadi Sukamdani, menilai, kabar IMD membuktikan kepercayaan luar negeri terhadap Indonesia. Menurut dia, Indonesia memang layak mendapat perbaikan peringkat daya saing karena iklim bisnis cukup bagus. "Kalau kita bicara kapasitas dan kemampuan, bagus semua. Yang bikin enggak bagus itu masalah psikologis politik, politik adu domba, sehingga pengusaha terpaksa mengerem rencana ekspansi," jelas Hariyadi, Jumat (2/6). PR pemerintah Selain itu, Hariyadi mengingatkan, pemerintah harus mewaspadai pengangguran yang terus bertambah dalam 10 tahun terakhir. Meski daya saing meningkat, tapi bertambahnya jumlah pengangguran bakal mendongkrak ketimpangan sosial. Ekonom Institute for Development Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengapresiasi kenaikan peringkat ini. Ada empat kriteria dasar dalam penilaian IMD yakni: performa makro ekonomi, efisiensi birokrasi, efisiensi pengelolaan bisnis, dan infrastruktur. Menurut dia, kondisi makro ekonomi Indonesia cukup membaik meskipun terbilang tumbuh terbatas sebesar 5%. Kemudahan perizinan membuat kerja birokrasi makin efisien sekaligus menurunkan biaya perusahaan, dan pembangunan infrastruktur yang agresif selama 3 tahun terakhir menjadi faktor utama perbaikan daya saing.
Kondisi ini pasti menarik banyak minat investor untuk berinvestasi di Indonesia karena momentumnya yang pas. "
Market confidenceĀ kita semakin terjaga. Sampai akhir tahun ini, aliran modal asing cukup deras masuk ke Indonesia," ujar Bhima. Ekonom Bank Central Asia David Sumual, menilai, meski hanya naik tipis, kenaikan tren ini menjadi pertanda bahwa pemerintah sudah membuat kebijakan yang tepat. Kini tinggal pemerintah melanjutkan kebijakan yang ada agar persepsi investor dan lembaga internasional makin membaik terhadap Indonesia. Pemerintah harus fokus pada penyelesaian 14 paket kebijakan yang sudah keluar. Laksanakan kebijakan tersebut secara konsisten, baik di pusat maupun daerah. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia