Daya Serap Rendah, Kebijakan Larangan Ekspor Mineral Diusulkan Bertahap



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan larangan ekspor mineral diusulkan untuk dilakukan secara bertahap mempertimbangkan kemampuan industri hilir menyerap bahan baku.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengungkapkan, langkah relaksasi ekspor khususnya untuk komoditas konsentrat tembaga dan timah merupakan keputusan yang lebih realistis.

"Kalau dilarang sepenuhnya sementara kesiapan industri dalam menyerap belum optimal malah bisa oversupply," kata Faisal, Kamis (9/3).


Baca Juga: Juni 2023, Tembaga dan Timah Boleh Tetap Ekspor

Faisal menambahkan, kebijakan larangan ekspor harus dilakukan secara seimbang. Relaksasi ekspor dinilai bisa membantu industri untuk melakukan persiapan agar dapat meningkatkan serapan bahan baku.

Meski demikian, di saat bersamaan pemerintah juga perlu memperhatikan hilirisasi yang dilakukan agar jangan sampai ketersediaan bahan baku menjadi cepat habis. "Jadi harus dilakukan secara seimbang," tegas Faisal.

Mengutip pemberitaan Kontan, Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola  Mineral dan Batubara, Irwandy Arif menyatakan merujuk pada Undang-Undang No 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), tiga tahun setelah UU keluar maka semua mineral mentah harus dilakukan proses nilai tambah di Tanah Air. Tidak ada lagi yang boleh diekspor.

Baca Juga: Simak Nasib Konsetrat Tembaga dan Timah Saat Ekspor Bijih Bauksit Dilarang pada Juni

“Sejak Januari 2020, bijih nikel sudah dilarang ekspor. Kemudian pada Juni 2023 berikutnya sudah pasti bijih bauksit dilarang. Namun mengenai (konsentrat) tembaga, timah (tin ingot), dan emas itu kami belum tahu, masih berproses tergantung kebijakan dari pimpinan, keputusan dari Pak Presiden,” jelasnya di Jakarta, Rabu (8/3).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto