Dayaindo cari utang US$ 85 juta



JAKARTA. Belum hilang spekulasi tentang ancaman pailit dan rencana delisting, pengelola PT Dayaindo Resources International Tbk (KARK) sudah menyodorkan serangkaian agenda.

Dayaindo mengaku, saat ini mencari utang US$ 85 juta untuk membiayai rencana ekspansinya. Sudiro A. Wiguna, Direktur Utama Dayaindo, menuturkan, tengah membujuk China Harbour Engineering Company Ltd (CHEC) untuk menjadi mitra di pembangunan pelabuhan batubara Belang Belang Coal Terminal (BBCT), di Sulawesi Barat. Kebutuhan investasi di proyek itu US$ 150 juta.

Sudiro menuturkan, CHEC berpotensi memberikan utang untuk menutup kebutuhan belanja modal perseroan. Pengelola Dayaindo menganggarkan belanja modal di tahun ini senilai US$ 250 juta. Sebesar US$ 100 juta dipenuhi dari hasil rights issue pada 2010 lalu. Lalu, US$ 65 juta didapat dari pinjaman dari Bank CIMB Niaga dan Bank BNI.


Namun, hingga kini, belum jelas berapa realisasi capex dan penggunaannya. Dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) kemarin, penggunaan dana hasil rights issue ini sempat ditanyakan oleh para pemegang saham. Namun, manajemen bilang baru akan menggunakannya tahun ini. Selain BBCT, Dayaindo juga berniat membangun pabrik pengolahan nikel di Cilegon, seluas 15 ha.

Kapasitas pengolahannya sebanyak 1.500 ton per bulan. Nilai investasi yang dibutuhkan US$ 100 juta.Pembangunan pabrik itu hingga kini belum dimulai, namun Dayaindo menargetkan selesai di tahun ini juga. Ini agak aneh, mengingat pembangunan pabrik nikel, lazimnya memakan waktu sekitar dua tahun.

Sudiro berkilah, waktu penyelesaian proyek itu bisa cepat karena lahan, izin, dan sarana pendukung pembangunan sudah siap. Dayaindo tinggal memasang mesin hasil impor dari China.

Berbagai ekspansi ini diharapkan oleh manajemen bisa mendukung kinerja keuangannya di tahun ini. Namun, Sudiro tidak mau mengungkapkan target laba bersih Dayaindo di tahun ini. Tahun lalu, laba Dayaindo senilai Rp 59,8 miliar.

Sudiro berharap, rencana ekspansi bisa mendongkrak daya tarik sahamnya. Harga KARK sudah tidak bergerak dari Rp 50 per saham, selama bertahun-tahun. Sudiro meminta para investor untuk bersabar melihat kondisi saham KARK. "Kami mencoba untuk melakukan ekspansi guna meningkatkan kinerja keuangan," ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Ruisa Khoiriyah