KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk atau Mitratel (
MTEL) telah merealisasikan belanja modal atau capex sebesar 60% dari total alokasi Rp 7 triliun hingga kuartal III 2023. Direktur Investasi MTEL Hendra Purnama mengatakan nilai serapan capex tersebut setara dengan Rp 4,2 triliun. "Sampai dengan sembilan bulan pertama di tahun 2023 ini, realisasi capex sudah sebesar 60% dari alokasi yang ditetapkan. Di mana 61% digunakan untuk pembangunan organik dan 39% untuk keperluan kegiatan akuisisi," ujarnya kepada Kontan, belum lama ini. Ia melanjutkan, penyerapan capex sebesar 60% ini tetap mengutamakan tingkat balikan, nilai tambah yang didapat serta aspek strategis yang hendak dicapai.
Emiten telekomunikasi ini mencetak pendapatan senilai Rp 6,27 triliun pada 9 bulan 2023. Pendapatan tersebut meningkat 11,89% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 5,6 triliun.
Baca Juga: Laba Bersih MTEL Sentuh Rp 1,43 Triliun, Tumbuh 16,6%, Begini Rekomendasi Analis MTEL membukukan laba tahun berjalan sebesar Rp 1,43 triliun pada 9 bulan 2023. Laba tahun berjalan itu meningkat 16,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp1,22 triliun. Adapun pendorong peningkatan pendapatan dan laba tersebut disebabkan oleh peningkatan atas
revenue tower leasing sebesar 13,7% YoY yang didorong oleh penambahan tenant sebesar 3.698 dan penambahan tower sebesar 1.673 selama sembilan bulan pertama tahun 2023 ini. "Adapun penambahan tenant tersebut 63% bersumber dari organic dan 37% dari inorganic. Tidak hanya dari sisi revenue, Mitratel terus berkonsistensi untuk menjaga beban operasional untuk tetap stabil dan lebih rendah dibandingkan pertumbuhan revenue secara agregat. Terlihat bahwa beban operasional perusahaan hanya bertumbuh sebesar 1,2%YoY dan lebih rendah dibandingkan pertumbuhan revenue sebesar 11,9%," paparnya lagi. Sampai sembilan pertama tahun ini, perseroan telah memiliki jumlah menara telekomunikasi sebesar 37.091 menara telekomunikasi atau tumbuh 5,8% YoY. Jumlah 58% dari jumlah menara tersebut beradai di luar jawa, hal ini tentunya sejalan dengan proyeksi dan semangat pemerintah untuk membangun
epicentrum ekonomi baru di luar Jawa.
Baca Juga: Kolokasi Mendorong Laba Bersih Mitratel Naik 16,6% Menjadi Rp 1,43 Triliun Ia mengatakan, dengan jumlah menara tersebut berhasil menempatkan Perseroan menjadi Perusahaan Menara Telekomunikasi terbesar di Asia Tenggara dalam hal jumlah kepemilikan menara telekomunikasi. Dia menambahkan, di luar menara telekomunikasi, Perseroan juga memiliki
Fiber-to-the-Tower (FTTT) sebagai driver baru dalam menghasilkan
revenue ke depannya. Saat ini, Perseroan berhasil membangun 29,042 Km Fiber di seluruh wilayah Indonesia. Sementara itu, mengenai tantangan yang dihadapi, MTEL menilai hal ini tidak terlepas dari tantangan atas Industri dan ekonomi baik secara domestik dan global. Perlambatan ekonomi di tengah berbagai krisis yang terjadi tentunya tidak dapat terlepas dengan Perseroan. "Tentunya memang Perseroan tidak terlepas dari tantangan dan ketidakpastian yang semakin tinggi ke depannya. Tetapi Perseroan yakin bahwa, industri menara telekomunikasi dalam hal yang lebih terkhusus Perseroan, akan sangat kecil terdampak oleh risiko perlambatan ekonomi ini," urainya. Hal ini, sambung dia, tentunya tidak terlepas dari nature bisnis Perseroan di mana pendapatan atas tower lease merupakan pendapatan yang berkontrak 10 tahun dengan provider, sehingga kepastian akan
revenue dan
cashflow sangat tinggi. Hal ini juga diperlihatkan oleh kinerja Perseroan yang tercatat tumbuh dan sangat baik di sembilan bulan pertama dimana kompetitor dan ekonomi melambat dan cenderung mengalami penurunan pertumbuhan.
Baca Juga: Rencana Ekspansi Operator Telekomunikasi ke Luar Jawa, Ini Dampaknya Bagi MTEL Perlambatan Ekonomi tersebut juga berdampak pada pendanaan oleh bank atau utang bank Perseroan. Tidak ada Perseroan yang dapat lepas atas tantangan peningkatan bunga dari perlambatan ekonomi ini. Tetapi, Perseroan terus melakukan berbagai upaya untuk menekan tantangan ini, seperti meminimalisir risiko
interest expense lewat porsi utang bank dengan fixed loan di 42% dan
floating loan di 58%, tentunya ini upaya konservatif dalam rangka menjaga
interest expense yang terancam naik oleh karena suku bunga acuan yang mempunyai tren meningkat untuk tahun ke depan dengan fixed loan, dan potensi suku bunga yang dapat turun ke depannya dengan floating loan. "Tidak hanya lewat porsi, Perseroan juga terus menggunakan berbagai bentuk pendanaan seperti Medium Term-Notes yang baru saja diterbitkan oleh Perseroan sebagai upaya untuk
refinancing atas suku bunga yang tinggi," tandasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli