DBS akuisisi, BI desak resiprokal



JAKARTA. Bank Indonesia (BI) berjanji mewujudkan azas resiprokal (kesetaraan) antara perbankan Indonesia dan Singapura. Regulator akan menggunakan akuisisi DBS Holding Grup terhadap Bank Danamon sebagai alat tawar menawar. Harapannya, Bank Sentral Singapura melonggarkan perizinan seperti yang dinikmati bank asal Singapura di negeri ini.

Perbankan Indonesia memang sulit menembus Singapura. Contohnya PT Bank Mandiri Tbk, hingga kini belum mendapatkan izin membuka cabang. Seperti bank asing lainnya, Bank Mandiri hanya diperbolehkan membuka satu kantor. Sudah begitu tidak boleh menerima simpanan dari warga lokal dan tidak boleh memasang ATM. Di Indonesia bank asal Singapura bebas membeli bank lokal dan buka outlet hingga ke pelosok kampung.

Janji BI ini tak lepas dari protes beberapa bankir. Mereka heran dengan kemudahan bank asal Singapura dalam menjalankan strateginya di Indonesia, sementara bank nasional tidak pernah mendapatkan kenikmatan serupa.


Gubernur BI Darmin Nasution membenarkan soal prottes itu. Ia mengaku sudah berbicara dengan jajarannya mengenai hal-hal yang akan dilakukan BI menyikapi aksi DBS ini. "Saya belum bisa berkomentar dulu karena DBS belum melapor secara resmi pada BI. Yang pasti kami akan berbicara banyak hal dengan mereka," ujarnya, Rabu (4/4).

Deputi Gubernur BI Muliaman Dharmansyah Hadad mengatakan pihaknya segera melayangkan surat pemanggilan kepada DBS Grup Holding. BI akan meminta penjelasan mengenai rencana dan komitmen DBS di Indonesia. "Pemanggilan ini adalah prosedur biasa terhadap pemegang saham baru bank," ujarnya.

Muliaman bilang pengalihan pemilik saham Bank Danamon ke DBS holding grup membuat ruang komunikasi BI dengan regulator Singapura semakin besar. Sebab, BI bisa melakukan cross border supervision (Pengawasan lintas negara) karena DBS berkantor pusat di Singapura. "Kami juga akan membahas asas resprokal lebih lanjut dengan Singapura," tukasnya.

Asas resiprokal yang akan diperjuangkan BI sejatinya sulit tercapai. Sebab, pengaturan bank asing di Indonesia pada dasarnya sangat longgar. Upaya BI menuntut bank sentral di negara lain melonggarkan aturan ibarat kata seperti menembak dengan peluru kosong.

Betul, BI bisa mempersulit atau memperlambat proses perizinan bank asing yang ingin ekspansi di Indonesia. Tapi BI tidak mungkin melarang. Kalau melakukan itu, BI tidak konsisten dengan aturannya sendiri.

Kondisi ini jauh berbeda dengan Singapura atau Malaysia yang memang sejak awal memiliki aturan sangat ketat. Ketika melarang bank asing buka cabang, ATM atau menghimpun dana dari warga lokal, regulator di kedua negara itu berpijak pada aturan yang jelas. Bukan judgement sepihak pengurus bank sentral.

Jadi, jika ingin menuntut asas resiprokal, BI jangan sebatas meminta-minta negara lain melonggarkan aturannya. Melainkan harus membuat aturan yang sama ketatnya dengan yang diterapkan di negara lain.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini