DBS: Akuisisi kelar 6 bulan



JAKARTA. Langkah DBS Holdings mengambil alih Bank Danamon memang memicu kontroversi di dalam negeri. Banyak kalangan menyarankan Bank Indonesia (BI) tidak begitu saja memuluskan akuisisi tersebut. Mulai asosiasi bankir, pemilik bank kecil yang gagal dibeli asing hingga DPR. BI sendiri hingga kini belum memberikan pernyataan yang tegas dengan alasan belum menerima surat resmi dari DBS.

Meski perdebatan belum ada tanda-tanda akan mereda, DBS optimistis, rencana pengambilalihan saham Fullerton Holding di Asia Financial, pemilik 67,37% saham Danamon, akan terealisasi dalam 6 bulan ke depan. Mereka merasa tidak melanggar satu pun aturan di Indonesia. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 28 tahun 1999 tentang Merger dan Akuisisi Bank, asing boleh memiliki saham perbankan hingga 99%.

Menurut Piyush Gupta, Chief Executive Officer DBS Group Holdings Ltd and DBS Bank Ltd Bank, isu nasionalisme yang dihembuskan bankir dan politisi lokal untuk menghentikan aksi ini bisa menjadi sentimen negatif bagi investor di masa mendatang. Arus investasi ke Indonesia bakal terpengaruh. "Transaksi tersebut sah secara hukum dan sesuai peraturan yang berlaku," ujarnya pada Reuters, Rabu (11/4).


DBS sudah memprediksi adanya penolakan ini. Namun, bukan berarti tidak bisa diatasi. "Saya tidak salah perhitungan sama sekali, kami masuk ke Indonesia dengan mata terbuka," tambah Gupta.

Soal penerapan asas resiprokal yang dituntut bankir dan politisi lokal, menurut Gupta, itu merupakan masalah yang berada di luar kendalinya.

Jangan telat bertindak

Terkesan dengan kemudahan DBS dalam menguasai Bank Danamon, manajemen RHB Capital bermimpi lagi memiliki bank di Indonesia. Perusahaan keuangan asal Malaysia itu akan mengirimkan proposal akuisisi terhadap Bank Mestika Dharma ke BI pada Juni mendatang. "Kami berharap BI menyetujui sehingga proses akuisisi bisa rampung pada kuartal ketiga tahun ini," ujar Managing Director RHB Capital, Kellee Kam, sebagaimana dikutip Reuters, Selasa (10/2).

Kesepakatan pembelian Mestika Dharma pertama kali diumumkan pada tahun 2009. RHB menyiapkan dana US$ 358,1 juta untuk membeli 80% saham. Tapi, BI membuyarkan kesepakatan ini. Regulator tidak memproses proposal RHB – Mestika dengan alasan sedang merampungkan aturan kepemilikan bank.

Pengamat Perbankan, Mochammad Doddy Arifianto mengatakan, tindakan DBS mengambil alih saham Bank Danamon memang tidak menyalahi regulasi. Tetapi, bukan berarti BI tidak bisa berbuat apa-apa. Tahun lalu, BI pernah menunda pemrosesan akuisisi bank lokal karena sedang menggodok aturan kepemilikan bank umum.

Alasan ini tentu masih bisa digunakan dan masuk akal. "BI seharusnya konsisten dari awal dengan mengumumkan DBS harus menunda aksi korporasi ini," katanya.

Menurut Doddy, menunda pemrosesan akuisisi merupakan hal lumrah. Bank sentral negara lain juga terbiasa melakukan hal tersebut. "Yang penting pilih timing yang tepat dan sebaiknya penundaan ditegaskan sejak awal. Bila BI mengumumkan pada detik-detik terakhir, malah berbahaya karena bisa muncul persepsi Indonesia anti-asing," ujarnya.

Betul, penundaan aksi korporasi ini memang akan mempengaruhi arus investasi asing. Tetapi tidak selalu berarti negatif. Sebab investor juga akan melihat alasan penundaan tersebut.

Bila DBS memaksa masuk, sementara BI sudah menerapkan penundaan tersebut sejak tahun lalu, investor akan menyalahkan DBS karena mereka terlalu percaya diri. "Bila tidak ada respons seperti sekarang ini, malah membuat orang bertanya-tanya ada apa dengan BI, apa karena DBS bank besar, maka diperbolehkan?" terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Djumyati P.