KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana menerapkan
alternative minimum tax (AMT) di tahun depan. Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji sepakat dengan rencana itu. Menurutnya, rezim AMT tepat untuk diterapkan di Indonesia. Secara umum, dia bilang AMT tidak bersifat menguji atau menelusuri secara detail transaksi-transaksi yang ditengarai memiliki risiko perencanaan pajak agresif. AMT nantinya berperan dalam menjamin untuk setidaknya setiap korporasi membayar nilai pajak minimum kepada negara atau sebagai
safeguard. Dengan demikian, kalaupun ada
tax saving yang diperoleh dari perencanaan pajak yang agresif, AMT akan tetap menjamin adanya kontribusi minimum dari wajib pajak.
Bawono memberikan contoh, walaupun suatu wajib pajak mengalami kerugian secara fiskal secara bertahun-tahun akibat perencanaan pajak yang agresif, pemerintah tetap dapat memperoleh penerimaan dari wajib pajak tersebut. “Karena keunggulannya sebagai instrumen yang bisa mengurangi insentif perencanaan pajak agresif, kebijakan ini banyak diterapkan di negara lain,” kata dia kepada Kontan.co.id, Rabu (2/6). Adapun negara-negara yang telah menerapkan AMT antara lain Korea Selatan, Tanzania, Belgia, Kanada, Selandia Baru, Afrika Selatan, dan Argentina. Menurut Bawono keberhasilan rezim AMT di berbagai negara tersebut akan sangat tergantung dari desainnya. “Misalkan, kriteria subjek pajak. Aspek ini akan mencakup ada atau tidaknya threshold atau kondisi tertentu dari wajib pajak,” ujar Bawono.
Baca Juga: Menkeu Sri Mulyani usulkan tarif pajak minimum bagi perusahaan yang merugi Lebih lanjut, Bawono mengatakan pemerintah perlu mengkaji skema AMT yang hendak diterapkan. Ada beberapa kriteria subjek pajak yang bisa menjadi rujukan pemerintah, misalnya berlaku bagi wajib pajak badan dengan
threshold peredaran bruto tertentu, atau berlaku bagi wajib pajak dalam kondisi bisnis tertentu. Selanjutnya, juga harus menetapkan dasar pengenaan pajak untuk menghitung AMT. “Apakah nanti berdasarkan omzet, aset, atau semisal model
reconstruction of income. Baru setelahnya, masalah penetapan tarif,” kata dia. Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengusulkan penerapan AMT dengan tujuan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak atas korporasi.
Berdasarkan paparan Rapat Kerja (Raker) antara Menteri Keuangan (Menkeu) dan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Senin (31/5), AMT ditujukan bagi wajib pajak (WP) Badan dengan pajang penghasilan (PPh) terutang kurang dari batasan tertentu akan dikenai pajak penghasilan minimum. Sri Mulyani bilang rencana tersebut akan dibahas dalam Panitia Kerja (Panja) Penerimaan Pajak DPR RI. Namun di lain kesempatan, saat Raker Kemenkeu dengan Komisi XI akhir bulan lalu, Menkeu mengatakan AMT merupakan bagian dari reformasi perpajakan di tahun depan. Skema pungutan pajak korporasi tersebut merupakan respon pemerintah atas celah yang dimanfaatkan WP Badan untuk melakukan penghindaran pajak. “Kita akan melakukan
alternative minimum tax approach supaya
compliance menjadi lebih bisa diamankan,” pungkas Sri Mulyani beberapa waktu lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari