Sebagai warisan budaya, motif batik di Indonesia sangat kaya ragam. Hampir setiap daerah memiliki corak yang khas. Tak terkecuali Tasikmalaya yang memiliki batik khasnya sendiri. Sayangnya, batik tasikmalaya kalah pamor dibandingkan dengan batik asal Pekalongan dan Solo. Padahal, keelokan batik tasikmalaya tak bisa dianggap sebelah mata.Menyadari potensi tersebut, Deden Supriyadi terobsesi untuk memperkenalkan batik khas Tasikmalaya ke seluruh penjuru Nusantara. Upaya itu tidak sia-sia. Di bawah bendera usaha Deden Batik, ia sukses memperkenalkan batik khas Tasikmalaya hingga ke Jakarta, Surabaya, dan Samarinda.Di daerahnya asalnya sendiri, merek Deden Batik termasuk legendaris. Keterampilan Deden membuat batik diwarisi dari kedua orang tua. "Sejak tahun 1945, orang tua saya merintis usaha pembuatan khas Tasikmalaya dengan merek Asep Batik," kata Deden, kemarin. Namun, Deden mulai terlibat langsung membantu usaha batik orang tuanya itu sejak lulus sekolah menengah atas pada 1987. Saat itu, ia bertugas sebagai tenaga pemasar.Sejak kedua orang tuanya meninggal di awal tahun 2.000, ia mulai memegang kendali Asep Batik. Merek dagang pun ia ganti menjadi Deden Batik. Berkat pengalamannya memasarkan produk batik, ia sukses mengembangkan pasar hingga ke luar kota.Selain mengelola dua gerai toko, kini Deden juga memiliki pabrik batik di Tasikmalaya. Pabrik tersebut tidak menggunakan mesin dan beroperasi secara manual. Terdapat sekitar 50 orang yang bekerja di pabrik tersebut. Selain batik cap, Deden juga memproduksi batik tulis. Dalam sebulan, ia memproduksi 12.000 potong batik cap, dan dua kodi atau 40 lembar kain batik tulis.Harga kedua batik tersebut berbeda. Untuk batik cap dibanderol Rp 45.000 per potong. Adapun harga per kodi Rp 900.000. Harga batik tulis jauh lebih mahal, yakni Rp 500.000 per lembar. "Kami juga menawarkan jasa jahit, dengan tarif sekitar Rp 45.000," kata Deden.Dalam sebulan, rata-rata penjualan mencapai 10.000 potong batik. Selain untuk memenuhi pasar di Jawa Barat, batik-batik tersebut dipasarkan ke Samarinda, Jakarta, dan Surabaya. Dengan penjualan sebanyak itu, omzet yang ia peroleh berkisar antara Rp 500 juta hingga Rp 600 juta per bulan. "Laba bersih saya sekitar 40% dari omzet," ujar Deden.Kini, Deden sudah tergolong pemain batik besar di Tasikmalaya. Hampir tiap hari, toko batiknya ramai dikunjungi pembeli. Selain pembeli lokal, banyak juga pembeli dari daerah lain.Berkat toko tersebut, pemasaran batiknya terus berjalan. "Setiap produsen batik seharusnya memiliki toko agar tidak putus pemasarannya jika permintaan luar kota sedang sepi," tutur Deden. Batik buatan Deden digemari karena warna-warnanya mencolok seperti merah, biru, dan hijau merupakan warna khas dari batik tasikmalaya. Menurut Deden, ketiga warna cerah tersebut sejak lama menjadi ciri khas batik tasikmalaya. Saat ini, ia sudah membuat sekitar 10.000 motif batik yang beredar di pasar. (Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Deden pengibar batik tasikmalaya sampai ke luar kota (1)
Sebagai warisan budaya, motif batik di Indonesia sangat kaya ragam. Hampir setiap daerah memiliki corak yang khas. Tak terkecuali Tasikmalaya yang memiliki batik khasnya sendiri. Sayangnya, batik tasikmalaya kalah pamor dibandingkan dengan batik asal Pekalongan dan Solo. Padahal, keelokan batik tasikmalaya tak bisa dianggap sebelah mata.Menyadari potensi tersebut, Deden Supriyadi terobsesi untuk memperkenalkan batik khas Tasikmalaya ke seluruh penjuru Nusantara. Upaya itu tidak sia-sia. Di bawah bendera usaha Deden Batik, ia sukses memperkenalkan batik khas Tasikmalaya hingga ke Jakarta, Surabaya, dan Samarinda.Di daerahnya asalnya sendiri, merek Deden Batik termasuk legendaris. Keterampilan Deden membuat batik diwarisi dari kedua orang tua. "Sejak tahun 1945, orang tua saya merintis usaha pembuatan khas Tasikmalaya dengan merek Asep Batik," kata Deden, kemarin. Namun, Deden mulai terlibat langsung membantu usaha batik orang tuanya itu sejak lulus sekolah menengah atas pada 1987. Saat itu, ia bertugas sebagai tenaga pemasar.Sejak kedua orang tuanya meninggal di awal tahun 2.000, ia mulai memegang kendali Asep Batik. Merek dagang pun ia ganti menjadi Deden Batik. Berkat pengalamannya memasarkan produk batik, ia sukses mengembangkan pasar hingga ke luar kota.Selain mengelola dua gerai toko, kini Deden juga memiliki pabrik batik di Tasikmalaya. Pabrik tersebut tidak menggunakan mesin dan beroperasi secara manual. Terdapat sekitar 50 orang yang bekerja di pabrik tersebut. Selain batik cap, Deden juga memproduksi batik tulis. Dalam sebulan, ia memproduksi 12.000 potong batik cap, dan dua kodi atau 40 lembar kain batik tulis.Harga kedua batik tersebut berbeda. Untuk batik cap dibanderol Rp 45.000 per potong. Adapun harga per kodi Rp 900.000. Harga batik tulis jauh lebih mahal, yakni Rp 500.000 per lembar. "Kami juga menawarkan jasa jahit, dengan tarif sekitar Rp 45.000," kata Deden.Dalam sebulan, rata-rata penjualan mencapai 10.000 potong batik. Selain untuk memenuhi pasar di Jawa Barat, batik-batik tersebut dipasarkan ke Samarinda, Jakarta, dan Surabaya. Dengan penjualan sebanyak itu, omzet yang ia peroleh berkisar antara Rp 500 juta hingga Rp 600 juta per bulan. "Laba bersih saya sekitar 40% dari omzet," ujar Deden.Kini, Deden sudah tergolong pemain batik besar di Tasikmalaya. Hampir tiap hari, toko batiknya ramai dikunjungi pembeli. Selain pembeli lokal, banyak juga pembeli dari daerah lain.Berkat toko tersebut, pemasaran batiknya terus berjalan. "Setiap produsen batik seharusnya memiliki toko agar tidak putus pemasarannya jika permintaan luar kota sedang sepi," tutur Deden. Batik buatan Deden digemari karena warna-warnanya mencolok seperti merah, biru, dan hijau merupakan warna khas dari batik tasikmalaya. Menurut Deden, ketiga warna cerah tersebut sejak lama menjadi ciri khas batik tasikmalaya. Saat ini, ia sudah membuat sekitar 10.000 motif batik yang beredar di pasar. (Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News