KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kondisi defisit anggaran yang juga diiringi tren pelemahan nilai tukar rupiah di tengah efek penguatan dolar Amerika Serikat yang terjadi saat ini akan mempengaruhi posisi utang Indonesia di tahun ini. Kebijakan Presiden Parbowo untuk menambah pembiayaan utang sebesar Rp 775,86 triliun untuk pemerintah tahun 2025 telah tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpers) Nomor 201 Tahun 2024. Jumlah penambahan utang ini naik 19,71% dari tahun 2024 yaitu sebesar Rp 648,1 triliun. Di sisi lain, terdapat juga utang jatuh tempo pemerintah di 2025 sebesar Rp 800,33 triliun yang terdiri dari utang jatuh tempo SBN sebesar Rp 705,5 triliun dan utang pinjaman Rp 100,19 triliun. Padahal pemerintah juga tengah mengalami defisit anggaran yang berkisar pada kisaran 2,45% samapai 2,8% pada tahun ini, karena itu terdapat pemotongan sejumlah belanja pemerintah pada tahun 2025. Baca Juga: Membandingkan Peluang dan Risiko Obligasi Pemerintah, Korporasi, dan SBN Ritel Melihat hal ini sejumlah ekonom berbeda pendapatan terkait dengan prospek utang Indonesia tahun ini yang dipengaruhi oleh tren pelemahan rupiah. Awalil Rizky, Ekonom Bright Institute mengatakan, jika pun tambahan utang Rp 775,87 triliun di 2025 tersebut terealisasi sesuai dengan rencana, hal ini masih bergantung pada kurs rupiah per 31 Desember 2025 nanti dibandingkan dibandingkan posisi kurs di akhir 2024 "Jika menguat, maka sedikit mengurangi posisi utang dan sebaliknya jika melemah. Posisi utang per 31 Desember 2024 sebesar Rp 8.801 triliun, dan jika kurs rupiah setara dan realisasi pembiayaan utang APBN sesuai rencana, maka posisi per 31 Desember 2025 akan sebesar Rp 9.577 triliun,ungkapnya kepada Kontan, Senin (10/2).
Defisit Anggaran Hingga Pelemahan Rupiah Akan Pengaruhi Posisi Utang Negara Tahun2025
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kondisi defisit anggaran yang juga diiringi tren pelemahan nilai tukar rupiah di tengah efek penguatan dolar Amerika Serikat yang terjadi saat ini akan mempengaruhi posisi utang Indonesia di tahun ini. Kebijakan Presiden Parbowo untuk menambah pembiayaan utang sebesar Rp 775,86 triliun untuk pemerintah tahun 2025 telah tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpers) Nomor 201 Tahun 2024. Jumlah penambahan utang ini naik 19,71% dari tahun 2024 yaitu sebesar Rp 648,1 triliun. Di sisi lain, terdapat juga utang jatuh tempo pemerintah di 2025 sebesar Rp 800,33 triliun yang terdiri dari utang jatuh tempo SBN sebesar Rp 705,5 triliun dan utang pinjaman Rp 100,19 triliun. Padahal pemerintah juga tengah mengalami defisit anggaran yang berkisar pada kisaran 2,45% samapai 2,8% pada tahun ini, karena itu terdapat pemotongan sejumlah belanja pemerintah pada tahun 2025. Baca Juga: Membandingkan Peluang dan Risiko Obligasi Pemerintah, Korporasi, dan SBN Ritel Melihat hal ini sejumlah ekonom berbeda pendapatan terkait dengan prospek utang Indonesia tahun ini yang dipengaruhi oleh tren pelemahan rupiah. Awalil Rizky, Ekonom Bright Institute mengatakan, jika pun tambahan utang Rp 775,87 triliun di 2025 tersebut terealisasi sesuai dengan rencana, hal ini masih bergantung pada kurs rupiah per 31 Desember 2025 nanti dibandingkan dibandingkan posisi kurs di akhir 2024 "Jika menguat, maka sedikit mengurangi posisi utang dan sebaliknya jika melemah. Posisi utang per 31 Desember 2024 sebesar Rp 8.801 triliun, dan jika kurs rupiah setara dan realisasi pembiayaan utang APBN sesuai rencana, maka posisi per 31 Desember 2025 akan sebesar Rp 9.577 triliun,ungkapnya kepada Kontan, Senin (10/2).