JAKARTA. Kondisi perekonomian global yang penuh ketidakpastian berpengaruh pada perubahan asumsi makro yang telah disusun pemerintah dalam APBN 2013. Tak hanya itu, ada potensi pembengkakan konsumsi BBM bersubsidi dari kuota yang ditetapkan sebesar 46 juta kilo liter menjadi 48 juta kilo liter juta kilo liter. Kondisi ini membuat belanja negara bertambah, sehingga defisit APBN 2013 bisa membengkak sekitar Rp 70 triliun. Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengungkapkan dalam APBN 2013 pemerintah mematok target defisit anggaran sebesar 1,65% dari PDB atau setara dengan Rp 153,3 triliun. "Tapi, APBN 2013 yang sudah disetujui di Oktober 2012, kalau digunakan sekarang sudah banyak berubah situasinya," ujarnya Jumat (14/12). Agus mencontohkan, dalam APBN 2013 pemerintah mematok asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) sebesar US$ 100 per barel. Padahal, hingga Desember 2012 saja rata-rata harga ICP sudah mencapai US$ 112 per barel. Belum lagi, deviasi dari nilai tukar rupiah yang sepertinya juga terus bergerak melemah. Dalam APBN 2012 pemerintah mematok asumsi nilai tukar Rp 9.300 per dollar AS. Sementara, pada Desember ini nilai tukar rupiah sudah mencapai Rp 9.600 per dollar AS. Agus juga mengingatkan adanya risiko kenaikan defisit anggaran yang berasal dari pembengkakan konsumsi BBM bersubsidi dari kuota dalam APBN 2013 sebesar 46 juta kilo liter menjadi 48 juta kilo liter. Risiko melesetnya asumsi makro dan kenaikan konsumsi BBM bersubsidi ini otomatis akan menambah beban negara. "Jika hal ini terjadi, ada tambahan belanja kira-kira Rp 70 triliun," ujarnya. Genjot penerimaan negara Pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang Brodjonegoro menjelaskan setiap tambahan defisit Rp 10 triliun, maka akan ada kenaikan defisit anggaran sekitar 0,1% dari PDB. Artinya, jika defisit anggaran bertambah Rp 70 triliun, maka tambahan defisit anggaran sekitar 0,7%. Untuk menekan potensi penambahan defisit anggaran ini, Agus bilang pemerintah pada tahun 2013 akan terus mengoptimalisasi penerimaan, baik penerimaan negara dari sektor perpajakan maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Mengenai BBM bersubsidi, Bambang bilang pemerintah akan berpatokan pada kesepakatan dalam Undang-Undang APBN 2013 yang intinya memberikan keleluasaan kepada pemerintah untuk menyesuaikan harga BBM bersubsidi. Tapi, Bambang menekankan kenaikan konsumsi BBM bersubsidi tidak hanya bisa disikapi dengan kenaikan harga tapi dengan kebijakan energi secara menyeluruh. Menurut Bambang, perlu ada kebijakan yang serius dari Kementerian ESDM yaitu melakukan diversifikasi energi dan penataan subsidi yang tepat sasaran melalui pembatasan yang serius. "Kalau mau (melakukan pembatasan) dengan menggunakan sistem teknologi informasi ya silahkan, tapi harus serius," ungkapnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Defisit APBN 2013 berpotensi bengkak Rp 70 triliun
JAKARTA. Kondisi perekonomian global yang penuh ketidakpastian berpengaruh pada perubahan asumsi makro yang telah disusun pemerintah dalam APBN 2013. Tak hanya itu, ada potensi pembengkakan konsumsi BBM bersubsidi dari kuota yang ditetapkan sebesar 46 juta kilo liter menjadi 48 juta kilo liter juta kilo liter. Kondisi ini membuat belanja negara bertambah, sehingga defisit APBN 2013 bisa membengkak sekitar Rp 70 triliun. Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengungkapkan dalam APBN 2013 pemerintah mematok target defisit anggaran sebesar 1,65% dari PDB atau setara dengan Rp 153,3 triliun. "Tapi, APBN 2013 yang sudah disetujui di Oktober 2012, kalau digunakan sekarang sudah banyak berubah situasinya," ujarnya Jumat (14/12). Agus mencontohkan, dalam APBN 2013 pemerintah mematok asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) sebesar US$ 100 per barel. Padahal, hingga Desember 2012 saja rata-rata harga ICP sudah mencapai US$ 112 per barel. Belum lagi, deviasi dari nilai tukar rupiah yang sepertinya juga terus bergerak melemah. Dalam APBN 2012 pemerintah mematok asumsi nilai tukar Rp 9.300 per dollar AS. Sementara, pada Desember ini nilai tukar rupiah sudah mencapai Rp 9.600 per dollar AS. Agus juga mengingatkan adanya risiko kenaikan defisit anggaran yang berasal dari pembengkakan konsumsi BBM bersubsidi dari kuota dalam APBN 2013 sebesar 46 juta kilo liter menjadi 48 juta kilo liter. Risiko melesetnya asumsi makro dan kenaikan konsumsi BBM bersubsidi ini otomatis akan menambah beban negara. "Jika hal ini terjadi, ada tambahan belanja kira-kira Rp 70 triliun," ujarnya. Genjot penerimaan negara Pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang Brodjonegoro menjelaskan setiap tambahan defisit Rp 10 triliun, maka akan ada kenaikan defisit anggaran sekitar 0,1% dari PDB. Artinya, jika defisit anggaran bertambah Rp 70 triliun, maka tambahan defisit anggaran sekitar 0,7%. Untuk menekan potensi penambahan defisit anggaran ini, Agus bilang pemerintah pada tahun 2013 akan terus mengoptimalisasi penerimaan, baik penerimaan negara dari sektor perpajakan maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Mengenai BBM bersubsidi, Bambang bilang pemerintah akan berpatokan pada kesepakatan dalam Undang-Undang APBN 2013 yang intinya memberikan keleluasaan kepada pemerintah untuk menyesuaikan harga BBM bersubsidi. Tapi, Bambang menekankan kenaikan konsumsi BBM bersubsidi tidak hanya bisa disikapi dengan kenaikan harga tapi dengan kebijakan energi secara menyeluruh. Menurut Bambang, perlu ada kebijakan yang serius dari Kementerian ESDM yaitu melakukan diversifikasi energi dan penataan subsidi yang tepat sasaran melalui pembatasan yang serius. "Kalau mau (melakukan pembatasan) dengan menggunakan sistem teknologi informasi ya silahkan, tapi harus serius," ungkapnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News