JAKARTA. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, Robert Pakpahan menyatakan defisit anggaran dalam RAPBN 2014 direncanakan berkisar 1,2%-1,7% dari PDB. Untuk itu, pemerintah akan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi melalui pemberian stimulus fiskal secara terukur dengan tetap menjaga kesinambungan fiskal. Dalam Rapat Badang Anggaran, di Gedung DPR, Kamis (27/6), Robert menjelaskan kebijakan pembiayaan utang tahun 2014. Pertama adalah mengupayakan tercapainya rasio utang terhadap PDB yang berkisar 22-23% pada akhir tahun 2014. Kedua, memanfaatkan pinjaman luar negeri secara selektif, melalui seleksi ketat atas berbagai kegiatan yang akan dibiayai dengan pinjaman luar negeri, terutama untuk bidang infrastruktur dan energi, dan membatasi komitmen baru pinjaman luar negeri. Ketiga, mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam pendanaan pemerintah melalui utang dari sumber dalam negeri. Upaya ini ditempuh dengan penerbitan SBN seri ritel (ORI & SUKRI), dan menjadikan sumber utang dari luar negeri hanya sebagai pelengkap. Keempat, mengarahkan pemanfaatan utang untuk kegiatan produktif. "Yaitu dengan penerbitan Sukuk yang berbasis proyek,"kata Robert. Mengenai pembiayaan utang tahun 2014, ada tujuh hal yang menurut Robert menjadi pertimbangan pemerintah. Pertama, kemampuan membayar kembali (solvabilitas). Kedua, kemampuan menyerap komitmen pinjaman. Ketiga, pemanfaatannya untuk kegiatan produktif dan optimal bagi perekonomian domestik. Keempat, menurunkan rasio utang terhadap PDB secara berkelanjutan. Kelima, minimal cost of berrowing pada tingkat rasio terkendali (tolerable). Keenam, instrumen untuk percepatan infrastruktur. Ketujuh, menjaga keseimbangan makro.
Defisit APBN 2014 berkisar 1,2%-1,7% dari PDB
JAKARTA. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, Robert Pakpahan menyatakan defisit anggaran dalam RAPBN 2014 direncanakan berkisar 1,2%-1,7% dari PDB. Untuk itu, pemerintah akan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi melalui pemberian stimulus fiskal secara terukur dengan tetap menjaga kesinambungan fiskal. Dalam Rapat Badang Anggaran, di Gedung DPR, Kamis (27/6), Robert menjelaskan kebijakan pembiayaan utang tahun 2014. Pertama adalah mengupayakan tercapainya rasio utang terhadap PDB yang berkisar 22-23% pada akhir tahun 2014. Kedua, memanfaatkan pinjaman luar negeri secara selektif, melalui seleksi ketat atas berbagai kegiatan yang akan dibiayai dengan pinjaman luar negeri, terutama untuk bidang infrastruktur dan energi, dan membatasi komitmen baru pinjaman luar negeri. Ketiga, mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam pendanaan pemerintah melalui utang dari sumber dalam negeri. Upaya ini ditempuh dengan penerbitan SBN seri ritel (ORI & SUKRI), dan menjadikan sumber utang dari luar negeri hanya sebagai pelengkap. Keempat, mengarahkan pemanfaatan utang untuk kegiatan produktif. "Yaitu dengan penerbitan Sukuk yang berbasis proyek,"kata Robert. Mengenai pembiayaan utang tahun 2014, ada tujuh hal yang menurut Robert menjadi pertimbangan pemerintah. Pertama, kemampuan membayar kembali (solvabilitas). Kedua, kemampuan menyerap komitmen pinjaman. Ketiga, pemanfaatannya untuk kegiatan produktif dan optimal bagi perekonomian domestik. Keempat, menurunkan rasio utang terhadap PDB secara berkelanjutan. Kelima, minimal cost of berrowing pada tingkat rasio terkendali (tolerable). Keenam, instrumen untuk percepatan infrastruktur. Ketujuh, menjaga keseimbangan makro.