Defisit APBN di Februari mengecil



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2018 hingga bulan Februari 2018 mengalami defisit hingga Rp 48,9 triliun. Defisit terjadi karena realisasi penerimaan negara tidak mampu menutupi seluruh belanja, baik belanja subsidi, bantuan sosial, maupun belanja-belanja yang lain.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, realisasi defisit sampai Februari 2018 sebesar Rp 48,9 triliun, masih lebih rendah dibandingkan dengan defisit pada periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp 54,7 triliun.

Ini cara kami mengelola fiskal dengan mengurangi defisit. Perolehan ini lebih rendah dari tahun sebelumnya, APBN kita makin hari makin kelihatan sehat dan baik dari sisi pelaksanaan, bahkan pada awal tahun, ujarnya bangga, Senin (12/3).


Data Kemkeu menunjukkan, realisasi penerimaan negara sampai Februari 2018 mencapai Rp 200,1 triliun atau 10,6% dari target APBN. Realisasi itu tumbuh 17,1% di bandingkan periode sama tahun sebelumnya. Komponennya dari penerimaan pajak dan bea cukai Rp 160,7 triliun atau 9,9% dari target APBN 2018.

Dengan realisasi itu, maka pertumbuhan penerimaan perpajakan sampai Februari 2018 sebesar 13,6%, dibanding tahun lalu Rp 141,5 triliun.

Sedangkan untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) realisasi sampai Februari 2018 sebesar Rp 39,2 triliun atau 14,2% dari target APBN 2018 dan tumbuh 34% yoy. Menurut Sri Mulyani, PNBP tahun ini mengalami pertumbuhan luar biasa lantaran pada tahun lalu hanya Rp 29,3 triliun.

Sedangkan realisasi belanja negara sampai Februari 2018 mencapai Rp 249 triliun atau 11,2% dari APBN 2018. Dibandingkan dengan Februari 2017, realisasi tumbuh 10,4%, sebab periode Februari 2017, realisasi belanja negara hanya Rp 225,6 triliun. Untuk belanja kementrian dan lembaga, realisasi sampai Februari 2018 sebesar Rp 55,2 triliun. Ada kenaikan bahkan double digit, 25,8% baik penerimaan dan belanjanya, tambahnya.

Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, sangat mungkin pemerintah pertahankan angka defisit anggaran yang rendah sesuai target asalkan penerimaan negara, khususnya penerimaan pajak bisa terjaga dengan baik.

Realisasi per Februari pendapatan negara 10,6% dari target saya rasa butuh kerja ekstra sampai akhir tahun untuk mencapai target penerimaan sebesar Rp 1.894,7 triliun, kata Bhima.

Upaya pemerintah mengejar target penerimaan pajak semakin sulit karena pada tahun ini tidak ada lagi program pengampunan atau amnesti pajak, yang bisa menggenjot penerimaan dari sisi perpajakan. Agar target tercapai, maka pemerintah harus sudah memulai optimalisasi data hasil amnesti pajak pada tahun lalu untuk mengejar penerimaan pajak tahun ini.

Bhima memprediksi, setidaknya dengan peningkatan kepatuhan pajak pasca amnesti pajak mencapai 73%, maka akan dorong penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) badan dan orang pribadi. Pemerintah juga bisa dorong penggunaan e-faktur agar potensi penerimaan PPN bisa maksimal, jelasnya.

Sedangkan untuk PNBP, diharapkan semakin besar seiring dengan kenaikan harga komoditas, khususnya sektor perkebunan dan pertambangan. Menurut Bhima, pemerintah hanya perlu meningkatkan kepatuhan pelaporan pajak bagi perusahaan di sektor komoditas khususnya perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) agar PNBP naik. Dengan langkah itu, defisit bisa terjaga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi