KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 mengalami defisit sebesar Rp 309,2 triliun pada Oktober 2024. Angka defisit ini makin melebar jika dibandingkan bulan Agustus 2024, yang tercatat hanya Rp 153,7 triliun. Defisit anggaran per Oktober 2024 ini setara 1,37% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit APBN ini disebabkan karena pendapatan negara yang lebih rendah dibandingkan kebutuhan belanja negara yang meningkat.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengungkapkan bahwa pelebaran defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada 2024 disebabkan oleh tiga faktor utama yang saling berkaitan. Kondisi tersebut perlu dicermati secara serius karena dapat berdampak pada stabilitas fiskal dan ekonomi Indonesia ke depan. Baca Juga:
Defisit APBN Makin Melebar, Per Oktober 2024 Capai 1,37% PDB Faktor pertama, pelebaran defisit APBN ini disebabkan oleh perlambatan pendapatan negara dibandingkan tahun sebelumnya. Bhima menjelaskan, salah satu penyebabnya adalah penurunan drastis pada Pendapatan Pajak Penghasilan (PPh) Migas yang disebabkan oleh harga minyak global yang rendah. Selain itu, penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga tertekan akibat kinerja komoditas yang lebih rendah dari ekspektasi, seiring dengan melemahnya permintaan global. "Kontraksi pada pendapatan perpajakan karena menurunnya permintaan komoditas ekspor tercermin dari pertumbuhan pajak sektor pertambangan anjlok 41% akumulasi Januari hingga Oktober 2024 dibanding periode tahun sebelumnya," ujar Bhima kepada Kontan.co.id, Jumat (8/11). Faktor kedua yang turut berkontribusi terhadap pelebaran defisit adalah lemahnya kinerja sektor industri manufaktur, yang berimbas pada penurunan pendapatan pajak dari sektor tersebut. Bhima mencatatkan, pajak dari sektor industri manufaktur tercatat melemah 7,87% secara tahunan atau
year on year (YoY). Menurutnya, jika situasi ini berlanjut, maka rasio penerimaan pajak dan target pajak tahun ini berisiko meleset. Penurunan kontribusi sektor industri juga berisiko menurunkan pajak-pajak lainnya dalam beberapa kuartal ke depan. "Gambaran menurunnya sumbangan sektor industri juga berisiko menurunkan kontribusi pajak lainnya dalam beberapa kuartal ke depan," katanya. Sementara, faktor ketiga yang menyebabkan pelebaran defisit adalah pembengkakan belanja pemerintah, terutama terkait dengan belanja modal untuk infrastruktur. Bhima menyoroti adanya lonjakan belanja modal yang naik signifikan sebesar 40% yoy pada periode Januari-Oktober 2024, seiring dengan upaya penyelesaian proyek-proyek Strategis Nasional (PSN). Selain itu, meskipun tidak disebutkan secara rinci, Bhima mengingatkan bahwa kenaikan beban belanja bunga utang juga turut berkontribusi pada peningkatan defisit APBN. "Kenaikan beban belanja bunga utang turut mendorong pelebaran defisit APBN. Tahun depan
debt service ini yang harus benar-benar dijaga karena menekan ruang fiskal," imbuh Bhima.
Baca Juga: Sri Mulyani Pangkas Defisit APBD dan Pembiayaan Utang 2025 Menjadi 0,20% PDB Kendati begitu, Bhima memperkirakan defisit APBN 2024 ini masih akan lebih rendah jika dibandingkan outlook pemerintah sebesar 2,7% PDB. Bhima meramal, defisit APBN pada tahun ini hanya akan berkisar di level 2% hingga 2,4% PDB
Sementara itu, Pakar Ekonomi dari Universitas Indonesia, Teguh Dartanto menyebut bahwa defisit anggaran yang terjadi pada bulan Oktober 2024 merupakan sebuah pola umum yang terjadi setiap tahun. Menurut Teguh, hal ini biasanya terjadi menjelang akhir tahun ketika banyak program dan proyek pemerintah yang sudah memasuki tahap penyelesaian, sehingga mendorong adanya lonjakan pembayaran. "Saya rasa defisit anggaran tetap terjaga sesuai dengan outlook," kata Teguh. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari