Defisit disunat, utang baru tak segencar 2016



Jakarta. Risiko pembiayaan pada tahun 2017 sepertinya akan lebih ringan dibandingkan tahun ini. Mengingat, tekanan fiskal tahun depan diperkirakan tidak sebesar saat ini, terutama di sisi penerimaan.

Bahkan, Badan Anggaran juga sudah memutuskan untuk memangkas target defisit Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2017, lebih rendah dari rencana semula. Banggar telah memutuskan defisit akan dipatok sebesar 2,41% dari Produk Domestik Bruto (PDB), Atau sebesar Rp 332,86 triliun.

Sementara dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2017 yang diusulkan pemerintah tercantum defisit anggaran sebesar 2,5% dari PDB. Dengan kondisi itu, Direktur Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko (PPR) Kementerian Keuangan, Robert Pakpahan mengaku, tidak akan terlalu ekspansif dalam menggenjot pembiayaan.


Salah satunya, dalam melakukan front loading atau mendorong realisasi pembiayaan di awal tahun. Pada tahun 2017 diperkirakan tidak akan sebesar tahun ini, yang mencapai 60% dari total target rencana penerbitan surat utang. "Tahun depan kami perkirakan hanya sekitar 55% pembiayaan di semester satu," kata Robert.

Menurutnya, dengan postur yang lebih ramping dibandingkan APBN-P 2016 membuat pemerintah tidak akan terlalu kesulitan menjaga cash flow. Jika dibandingkan tahun ini, masalah cash flow menjadi kendala karena seretnya penerimaan pajak, sehingga untuk menjalankan program masih didorong oleh penerbitan surat utang reguler.

Selain itu, pemerintah juga tidak akan melakukan prefunding sebesar tahun ini. Prefunding dilakukan, agar kegiatan pemerintah awal tahun bisa berjalan, terutama terkait pelaksanaan proyek infrastruktur. Diperkirakan tahun ini nilainya sekitar Rp 40 triliun.

Terkait instrumen surat utang yang akan diterbitkan, pemerintah juga tidak akan melakukan banyak perubahan strategi. Termasuk diantaranya penerbitan surat utang yang dalam bentuk mata uang asing, atau valuta asing (valas).

Hanya ada dua jenis surat utang valas yang akan diterbitkan, yaitu samurai bonds atau bermata uang Yen dan Euro bonds. Oleh karena itu, rencana penerbitan surat utang dengan mata uang yuan atau renminbi seperti yang sudah direncanakan tahun ini, tidak akan dilakukan.

Sebagai catatan, pembiayaan utang yang bersumber dari SBN (neto) dalam RAPBN tahun 2017 direncanakan sebesar Rp404.311,4 miliar atau naik 10,8% dari APBN-P 2016 sebesar Rp364.866,9 miliar. Penerbitan SBN di pasar domestik akan dilakukan dengan memanfaatkan instrumen Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Instrumen SUN terdiri dari Obligasi Negara (ON) dan Surat Perbendaharaan Negara (SPN).

Ekonom Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latif Adam mengatakan, penurunan defisit dipandang baik. Artinya, risiko di sisi pembiayaan akan lebih terkendali.

Secara umum, RAPBN 2017 kali ini dinilai lebih realistis, karena tidak terlalu ekspansifnya pemerintah. DItambah target pertumbuhan ekonomi juga hanya sebesra 5,1%.

.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto