Defisit ganda dan arus modal keluar jadi penekan terbesar rupiah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia diperkirakan akan mengalami defisit ganda pada tahun ini. Hal ini disebabkan oleh defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) dan defisit fiskal yang melebar.

Chief Economist PT Bank CIMB Niaga Adrian Panggabean mengatakan, melebarnya defisit transaksi berjalan ironisnya sedikit banyak disumbang oleh kegiatan proyek infrastruktur. Ia memperkirakan, defisit transaksi berjalan tahun 2018 di angka 2,4% dari PDB.

Selain itu, ia juga memperkirakan defisit fiskal di angka 2,4% dari PDB. “Defisit ganda di kedua neraca ini berpotensi menekan kurs rupiah di sisa tahun 2018,” ujar Adrian dalam laporannya yang dikutip Kontan.co.id, Selasa (31/7).


Tekanan arus modal juga akan berpengaruh terhadap rupiah di sisa tahun ini. Sebab, investor asing belum yakin akan interest rate stance atau sikap terhadap bias kebijakan suku bunga dari bank sentral.

Hal ini bisa dilihat bahwa sejak kenaikan 7-day reverse repo rate sebanyak 100 bps, obligasi jenis off-the-run alias non-benchmark memang telah naik. Namun, yield obligasi tenor 10-tahun tetap bertahan di kisaran 7,5% – 7,8%.

Di pasar obligasi, Adrian mencatat, outflow dari dana/investasi asing per 26 Juli 2018 secara year-to-date sebesar Rp -1,5 triliun. Adapun, di pasar saham, tercatat net outflow sebesar Rp -49 triliun secara year-to date.

“Faktor flow inilah yang sebenarnya berperan besar dalam menekan kurs rupiah,” katanya.

Atas hal ini, Adrian menurunkan proyeksi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS di tahun 2018 dari sebelumnya di rerata Rp 13.850 per dollar AS menjadi rerata 14.000 per dollar AS. Sejauh ini, per 26 Juli 2018 secara year-to-date, rerata USD/IDR pun telah mencapai angka 13.840.

“USD/IDR diperkirakan akan bergerak di rentang 14,150 – 14,650 di semester II 2018,” ucapnya.

Selain dua faktor besar itu, perkiraan pergerakan nilai tukar rupiah juga dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak dunia, dinamika ekonomi China dan kurs Yuan (CNY), dan volatilitas yang akan terjadi di tiga bulan ke depan yang diperkirakan akan berada di 350 pips, atau empat kali lebih tinggi dibanding volatilitas rupiah di tahun 2017.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto