Defisit gas tahun 2035 bisa saja terjadi jika tak ada discovery baru



KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Permintaan kebutuhan gas yang diproyeksi terus meningkat membuat sejumlah pihak memprediksi akan terjadinya defisit gas pada 2035 mendatang.

Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko PT Pertamina (Persero) Heru Setiawan yang ditemui di acara Indonesia Gas Summit 2019 bilang  pada 2035 nanti permintaan akan tumbuh lebih tinggi. "Kebutuhan PLN dan industri meningkat," sebut Heru, Rabu (31/7).

Baca Juga: Eksplorasi jadi masa depan industri hulu migas Indonesia, komitmen KKKS dinantikan


Heru menambahkan peningkatan Gross Domestic Product yang diperkirakan mencapai 5% pada 2035 harus disokong dengan kebutuhan energi yang memadai. Ia menilai kehadiran sejumlah proyek seperti Jambaran Tiung Biru, Tangguh Train 3 serta Sakakemang tidak akan mampu menutupi kebutuhan yang ada.

"Mengenai Masela kan ada timeline project-nya, namun kita perkirakan ya 2035 seperti itu," ujar Heru.

Dia memperkirakan kebutuhan gas pada 2035 sekitar 5.000 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd) sementara ketersediaan domestik sebesar 3.000 MMscfd. Ini berarti akan ada defisit sebesar 2.000 MMscfd.

Masih menurut Heru, selain kebutuhan akan penemuan cadangan baru, Pertamina berupaya mempersiapkan sejumlah infrastruktur demi mengantisipasi kebutuhan gas yang terus meningkat. "Floating Storage Regasification Unit (FSRU) kita bangun kerjasama dengan PGN, di Cilacap" jelas Heru.

Menurutnya, FSRU akan dikembangkan dengan kapasitas hingga 200 MMscfd dari ketersediaan yang ada sekarang sekitar 75 MMscfd. "Kita juga harapkan jarigan pipa bisa interkoneksi dari Sumatera Utara ke Jawa Timur," ungkap Heru. Seandainya defisit gas terjadi maka Heru memastikan akan ada kebutuhan impor gas alam cair (LNG).

Baca Juga: Menteri Jonan sebut Indonesia tidak akan impor LNG

Kebutuhan LNG ini selain untuk memenuhi kebutuhan PLN dan RDMP, Heru memperkirakan akan banyak kebutuhan gas untuk Petrokimia kedepannya.

"Namun jika ada discovery baru mungkin (defisit) bisa mundur ke 2040," jelas Heru. Disisi lain, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengungkapkan peningkatan konsumsi akan diiringi pula dengan lonjakan produksi dari sejumlah proyek seperti Jambaran Tiung Biru dan Tangguh Train 3.

"Kita prediksi 2025, kebutuhan domestik sekitar 60%, sementara ekspor bisa meningkat hingga 70%," tandas Dwi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Azis Husaini