Defisit melebar, utang bertambah Rp 37 triliun



JAKARTA. Pemerintah harus menambah utang sekitar Rp 37 triliun untuk menambal pelebaran defisit Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) tahun 2016. Utang untuk menutup defisit tersebut rencananya akan didapat dari penerbitan surat berharga negara (SBN).

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemkeu) Suahasil Nazara mengatakan, kemungkinan batas defisit APBN-P akan melebar menjadi 2,7% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Sebelumnya, dalam APBN-P, defisitnya dipatok hanya 2,35% terhadap PDB atau Rp 296,7 triliun. Nah, dengan batas defisit dinaikkan menjadi 2,7% dari PDB, menurut Suahasil, target pembiayaan akan bertambah sebesar Rp 37 triliun.


"Tetapi, kita upayakan defisit tetap tidak sampai 2,7% dari PDB," ujarnya, Senin (19/9).

Salah satu strategi pembiayaan yang akan dilakukan pemerintah adalah dengan menerbitkan SBN bertenor pendek. Secara spesifik, penambahan utang tersebut sedang disiapkan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemkeu.

Seperti diketahui, pelebaran defisit ini lantaran target penerimaan pajak yang kemungkinan shortfall sebesar Rp 219 triliun dari target APBN-P 2016. Di lain pihak, pemerintah tidak mau terlalu banyak pemangkasan anggaran.

Sebetulnya, sebelum batas defisit diperlebar jadi 2,7% dari PDB, pemerintah pernah memperkirakan defisit melebar sampai 2,5%. Dengan angka defisit sebesar itu, pemerintah sempat memperkirakan tambahan pembiayaan hanya sebesar Rp 17 triliun.

Penerbitan dipercepat

Salah satu alasan pelebaran defisit ini adalah untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Karena itu, pemerintah nemutuskan tetap mempercepat belanja di Kementerian/ Lembaga.

Selain itu, sejumlah dana Alokasi Umum (DAU) yang tadinya ditahan juga akan dicairkan. Dengan kondisi ini, target pemangkasan anggaran bisa saja lebih rendah dari perkiraan awal yang sebesar Rp 133 triliun.

Di sisi lain, target shortfall pajak tetap dijaga tidak lebih dari Rp 219 triliun. Bank Indonesia (BI) menilai, pelebaran defisit APBN-P 2016 menjadi maksimum 2,7% terhadap Produk Domestik Bruto masih cukup aman. Apalagi dalam kondisi penerimaan pajak yang seret.

Menurut Gubernur BI Agus Martowardojo, pelebaran defisit ini bisa dipahami. "Saya melihat, ada komitmen pemerintah untuk menjaga budget, sehingga defisit bisa di bawah 2,5%," katanya, Senin (19/9) di Jakarta.

Agus mengaku sudah mendapat penjelasan dari pemerintah terkait hal tersebut. Bahkan, ia yakin dengan upaya pemerintah dalam memangkas sejumlah anggarannya, terutama anggaran yang bukan menjadi prioritas.

Menurut Agus, selain menjaga belanja, pemerintah juga memiliki upaya untuk mendorong realisasi penerimaan pajak tahun ini. Atas dasar itu, BI menganggap langkah pemerintah cukup kredibel.

Hanya saja, Ekonom LIPI Latif Adam mengatakan, penambahan utang di akhir tahun itu sangat berisiko. Apalagi, waktu yang tersisa bagi pemerintah untuk merealisasikan penerbitan SBN hanya sekitar tiga bulan. Oleh karenanya, ia menyarankan lebih baik anggaran dipangkas.

Catatan KONTAN hingga akhir Agustus lalu, pemerintah masih memiliki plafon menerbitkan SBN sebesar Rp 100 triliun. Alhasil sangat mungkin plafon penerbitan SBN akan membesar.

Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Robert Pakpahan kala itu menyebutkan akan mempercepat realisasi penerbitan SBN agar tidak menumpuk di akhir tahun. Sebab, jika SBN menumpuk, hal itu akan menyebabkan biaya atas penerbitannya ikut membengkak. Soalnya, ada potensi pemerintah harus memberikan yield yang lebih besar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie