KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sektor minyak dan gas (migas) masih menjadi penyumbang terbesar defisit neraca perdagangan Indonesia. Sepanjang tahun 2018, defisit migas tercatat sebesar US$ 12,4 miliar. Melihat hal tersebut, Sekretaris Jenderal Asosiasi Daerah Penghasil Migas Andang Bachtiar menilai defisit migas ini masih akan terus terjadi dalam waktu dekat ini. Sebab, masih ada sejumlah persoalan yang masih mengganjal sektor migas tanah air. "Kalau jangka pendek kayaknya masih akan babak belur deh," kata Andang, Kamis (17/1). Apalagi, lanjut Andang, impor minyak mentah dan Bahan Bakar Minyak (BBM) terus mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya permintaan BBM dalam negeri. Namun, hal itu berkebalikan dengan semakin turunnya produksi minyak mentah. "Upaya-upaya substitusi BBM dengan BBG (Bahan Bakar Gas) dan BBN (Bahan Bakar Nabati) belum berjalan optimal," paparnya.
Defisit migas diproyeksi masih akan terus terjadi dalam waktu dekat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sektor minyak dan gas (migas) masih menjadi penyumbang terbesar defisit neraca perdagangan Indonesia. Sepanjang tahun 2018, defisit migas tercatat sebesar US$ 12,4 miliar. Melihat hal tersebut, Sekretaris Jenderal Asosiasi Daerah Penghasil Migas Andang Bachtiar menilai defisit migas ini masih akan terus terjadi dalam waktu dekat ini. Sebab, masih ada sejumlah persoalan yang masih mengganjal sektor migas tanah air. "Kalau jangka pendek kayaknya masih akan babak belur deh," kata Andang, Kamis (17/1). Apalagi, lanjut Andang, impor minyak mentah dan Bahan Bakar Minyak (BBM) terus mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya permintaan BBM dalam negeri. Namun, hal itu berkebalikan dengan semakin turunnya produksi minyak mentah. "Upaya-upaya substitusi BBM dengan BBG (Bahan Bakar Gas) dan BBN (Bahan Bakar Nabati) belum berjalan optimal," paparnya.