JAKARTA. Membanjirnya capital inflow yang semakin menggelembungkan nilai ekses likuiditas di sistem keuangan akhirnya membobol neraca Bank Indonesia (BI). Otoritas moneter ini memperkirakan sampai akhir tahun 2010 ini, defisit neraca BI menembus angka Rp 30 triliun. Melampaui target defisit yang dipatok sebelumnya yakni di angka Rp 22,4 triliun. Kepala Biro Humas BI Difi A. Johansyah menjelaskan, kenaikan beban defisit BI tersebut merupakam imbas dari semakin menggunungnya ekses likuiditas yang terserap melalui instrumen Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Tercatat, sejak awal tahun 2010 hingga akhir Oktober kemarin, nilai outstanding SBI sudah naik hingga Rp 100 triliun. "Itu kan menaikkan sisi liabilities atau kewajiban dalam neraca BI. Di saat yang sama, sisi aktiva seperti yang tergambar dalam cadangan devisa memang mengalami kenaikan namun di situ BI juga menanggung rugi selisih kurs," jelasnya kepada KONTAN, Rabu (1/12). Nilai cadev RI memang terus melesat seiring langkah BI mengintervensi penguatan rupiah akibat derasnya capital inflow akhir-akhir ini. Caranya, BI memborong dollar di pasar sehingga nilai cadev terus naik. Namun, "Kami borong dollar itu kan dalam harga tinggi, misalnya rata-rata di harga Rp 9.500 per US$ 1, nah saat ini rata-rata harga jual rupiah sudah Rp 8.900 per US$ 1. Jadi, ada tanggungan kerugian selisih kurs yang itu bisa dianggap sebagai biaya," ujar Difi.
Defisit neraca BI 2010 Bakal Tembus Rp 30 triliun
JAKARTA. Membanjirnya capital inflow yang semakin menggelembungkan nilai ekses likuiditas di sistem keuangan akhirnya membobol neraca Bank Indonesia (BI). Otoritas moneter ini memperkirakan sampai akhir tahun 2010 ini, defisit neraca BI menembus angka Rp 30 triliun. Melampaui target defisit yang dipatok sebelumnya yakni di angka Rp 22,4 triliun. Kepala Biro Humas BI Difi A. Johansyah menjelaskan, kenaikan beban defisit BI tersebut merupakam imbas dari semakin menggunungnya ekses likuiditas yang terserap melalui instrumen Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Tercatat, sejak awal tahun 2010 hingga akhir Oktober kemarin, nilai outstanding SBI sudah naik hingga Rp 100 triliun. "Itu kan menaikkan sisi liabilities atau kewajiban dalam neraca BI. Di saat yang sama, sisi aktiva seperti yang tergambar dalam cadangan devisa memang mengalami kenaikan namun di situ BI juga menanggung rugi selisih kurs," jelasnya kepada KONTAN, Rabu (1/12). Nilai cadev RI memang terus melesat seiring langkah BI mengintervensi penguatan rupiah akibat derasnya capital inflow akhir-akhir ini. Caranya, BI memborong dollar di pasar sehingga nilai cadev terus naik. Namun, "Kami borong dollar itu kan dalam harga tinggi, misalnya rata-rata di harga Rp 9.500 per US$ 1, nah saat ini rata-rata harga jual rupiah sudah Rp 8.900 per US$ 1. Jadi, ada tanggungan kerugian selisih kurs yang itu bisa dianggap sebagai biaya," ujar Difi.