Defisit neraca dagang kuartal IV 2018 diproyeksikan dikisaran 3,5% dari PDB



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mencatat defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) di kuartal III 2018 sebesar 3,37% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sementara pada kuartal IV 2018, neraca dagang diprediksi masih defisit dikisaran 3,5% dari PDB.

Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih memperkirakan CAD di kuartal IV 2018 tidak akan berbeda jauh dengan kuartal III sebelumnya. Ini melihat neraca dagang di kuartal IV terus mengalami defisit setiap bulannya. Bisa dilihat defisit neraca dagang Oktober sebesar US$ 1,82 miliar, November defisit US$ 2,05 miliar dan Desember defisit sebesar US$ 1,1 miliar.

"Saya rasa kuartal IV masih akan defisit. Di kuartal III saja yang neraca dagangnya masih surplus di September, CADnya masih 3,37%. Jadi dengan defisit neraca dagang tiga bulan berturut-turut di kuartal IV, artinya defisit masih besar. Bisa jadi lebih 3,4%, tetapi belum sampai 3,5% dari PDB," terang Lana kepada Kontan.co.id, Minggu (20/1).


Dengan perkiraan tersebut, Lana memproyeksikan defisit transaksi berjalan sepanjang 2018 akan berkisar 3% hingga 3,1% dari PDB. Ini mengingat, kumulatif CAD dari Januari hingga September sudah mencapai 2,86%. 

Bila CAD 2018 sebesar 3% hingga 3,1% dari PDB. Maka, defisit ini lebih tinggi dibandingkan dengan CAD di 2017 yang sebsar 1,73%. Lana menjelaskan, melebarnya CAD ini disebabkan kinerja neraca barang memburuk seiring kinerja ekspor di 2018 tidak sebaik 2017, dan kinerja impor yang terus meningkat. Lana tak memungkiri, membaiknya perekonomian Indonesia akan mendorong peningkatan impor.

"Kalau ekspor kita tidak bisa kontrol karena perlambatam ekonomi dunia turut menekan ekspor," jelas Lana.

Melebarnya CAD ini pulalah yang membuat nilai tukar rupiah sepanjang 2018 tertekan hingga 5,7%. Menurut Lana, bila kondisi ini terus berlanjut, maka rupiah masih bisa tertekan di 2019.

Meski begitu, Lana mendorong agar pemerintah memilih apakah akan mengejar pertumbuhan ekonomi di angka 5,2% atau menurunkan CAD hingga 2,5%.

Bila pemerintah ingin mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 5,2%, maka konsekuensinya impor masih akan meningkat. Sementara, bila pemerintah mengejar penurunan CAD hingga 2,5%, maka pertumbuhan ekonomi bisa melambat atau akan bergerak di antara 5% - 5,1%.

"Kalau kita mau menekan CAD menjadi 2,5%, mau tidak mau impornya harus turun. karena kita tidak bisa pegang ekspor," tambah Lana.

Lana memperkirakan tahun ini ekspor Indonesia masih akan menghadapi tekanan. Diversifikasi pasar dan produk ekspor menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan ekspor.

Namun, menurut Lana, efek diversifikasi pasar dan produk ini baru akan terasa dalam jangka panjang. Dia mengatakan, bila perluasan pasar dan produk dilakukan saat ini, dampaknya belum akan terlihat dalam enam bulan kedepan.

"Tetapi kita memang harus melakukan diversifikasi pasar dan produk ekspor, melihay ekspor kita masih banyak di komoditas. Itu membuat kita tidak berkutik ketika harga melambat dan volume permintaan menurun," tandas Lana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli