TOKYO. Masalah defisit neraca perdagangan rupanya tak hanya dihadapi oleh Indonesia. Jepang pun mengalami masalah serupa. Bahkan, pada Maret lalu, defisit neraca perdagangan Jepang membengkak melampaui prediksi analis. Berdasarkan data yang dirilis Kementrian Keuangan Jepang, defisit neraca perdagangan Jepang pada bulan lalu mencapai 1,45 triliun yen atau setara dengan US$ 14,1 miliar. Sementara, nilai tengah 28 analis yang disurvei Bloomberg memprediksi defisit mencapai 1,08 triliun yen. Sementara, tingkat perdagangan ke luar negeri naik sebesar 1,8% dan tingkat impor melompat 18,1% dibanding tahun sebelumnya. Kenaikan pajak penjualan mulai 1 April lalu yang ditetapkan oleh pemerintahan Perdana Menteri Shinzo Abe, mendongkrak tingkat permintaan barang-barang asing. Selain itu, melonjaknya harga energi seiring pelemahan yen ditambah dengan penutupan pembangkit nuklir kian membuat nilai defisit Jepang membengkak. Turunnya tingkat kepercayaan konsumen juga mengindikasikan bahwa permintaan domestik akan menurun. Sedangkan perlambatan ekspor mengindikasikan permintaan dari eksternal akan gagal untuk menyokong perekonomian yang mulai terkontraksi pada kuartal ini. "Defisit ini sepertinya akan terus berlanjut hingga beberapa tahun ke depan seiring naiknya harga sumber daya alam," jelas Koya Miyamae, ekonom SMBC Nikko Securities Inc di Tokyo.
Defisit neraca perdagangan Jepang kian membengkak!
TOKYO. Masalah defisit neraca perdagangan rupanya tak hanya dihadapi oleh Indonesia. Jepang pun mengalami masalah serupa. Bahkan, pada Maret lalu, defisit neraca perdagangan Jepang membengkak melampaui prediksi analis. Berdasarkan data yang dirilis Kementrian Keuangan Jepang, defisit neraca perdagangan Jepang pada bulan lalu mencapai 1,45 triliun yen atau setara dengan US$ 14,1 miliar. Sementara, nilai tengah 28 analis yang disurvei Bloomberg memprediksi defisit mencapai 1,08 triliun yen. Sementara, tingkat perdagangan ke luar negeri naik sebesar 1,8% dan tingkat impor melompat 18,1% dibanding tahun sebelumnya. Kenaikan pajak penjualan mulai 1 April lalu yang ditetapkan oleh pemerintahan Perdana Menteri Shinzo Abe, mendongkrak tingkat permintaan barang-barang asing. Selain itu, melonjaknya harga energi seiring pelemahan yen ditambah dengan penutupan pembangkit nuklir kian membuat nilai defisit Jepang membengkak. Turunnya tingkat kepercayaan konsumen juga mengindikasikan bahwa permintaan domestik akan menurun. Sedangkan perlambatan ekspor mengindikasikan permintaan dari eksternal akan gagal untuk menyokong perekonomian yang mulai terkontraksi pada kuartal ini. "Defisit ini sepertinya akan terus berlanjut hingga beberapa tahun ke depan seiring naiknya harga sumber daya alam," jelas Koya Miyamae, ekonom SMBC Nikko Securities Inc di Tokyo.